Penutupan Masjid di Pakistan Mendapat Penolakan Keras Ulama

Para ulama di Pakistan menentang penutupan masjid saat wabah Covid-19.

Wikipedia.org
Para ulama di Pakistan menentang penutupan masjid saat wabah Covid-19. Masjid Shah Jahan di Distrik Thatta, Provinsi Sindh, Pakistan.
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD – Di Pakistan tidak ada penutupan wilayah atau lockdown secara nasional. Bahkan ulama juga ada yang menolak  menghentikan jamaah agar tidak ke masjid. 

Baca Juga


Perdana Menteri (PM), Imran Khan, akhirnya membatasi jumlah jamaah yang datang ke masjid. Kelompok-kelompok agama juga menyarankan masyarakat untuk tinggal di rumah guna menahan penyebaran virus corona atau Covid-19 di tempat keagamaan dan pertemuan.

Pada akhir Maret 2020, Presiden Pakistan Arif Alvi, dan gubernur provinsi mengadakan pertemuan dengan ulama Sunni dan Syiah. 

Tujuannya untuk meyakinkan mereka untuk menutup masjid agar tidak shalat di masjid di tengah meningkatnya kasus Covid-19. Namun, ulama menolak permintaan tersebut.

"Kita tidak bisa menutup masjid sama sekali, itu tidak mungkin dalam keadaan apapun di negara Islam," kata Muneeb-bur-Rehman, seorang ulama yang menghadiri pertemuan itu, dilansir dari Qantara De, Jumat (10/4).

Penolakan terang-terangan ulama untuk menutup masjid dari shalat berjamaah menimbulkan keraguan pada tekad Pakistan memerangi pandemi Covid-19. Padahal terhitung pada 9 April 2020, Covid-19 telah mengambil nyawa sekitar 63 orang dan menginfeksi hampir 4.500 orang.

Sebelumnya, pada Maret lalu ketika kasus Covid-19 di Pakistan relatif masih rendah, pemerintah mengizinkan peziarah Syiah dari Iran untuk kembali ke negaranya melalui Provinsi Baluchistan. Para peziarah tidak dikarantina dengan baik sehingga mengakibatkan lonjakan infeksi.

Pemerintah juga mengizinkan ribuan jamaah Sunni untuk melanjutkan Tabligh Jamaat di Provinsi Pubjab. Banyak kasus Covid-19 yang baru muncul dari pertemuan massal itu.

Para ahli kesehatan mengatakan langkah-langkah pemerintah tidak memadai. Mereka khawatir jumlah kasus Covid-19 di negara Asia Selatan dapat meningkat secara eksponensial dalam beberapa pekan mendatang.

Aktivis masyarakat sipil mengatakan bahwa otoritas Pakistan terus menenangkan para Islamis. Bahkan ketika negara itu menghadapi krisis kesehatan masyarakat yang memburuk.

Sementara itu, banyak orang Pakistan menolak untuk shalat di dalam rumah mereka. Mereka mengatakan bahwa agama lebih penting daripada yang lain.

"Saya shalat di masjid pada hari Jumat, lebih dari 300 orang hadir dan itu tampak seperti shalat Jumat seperti biasanya," kata Muhammad Ashraf, seorang pemilik kios di Islamabad, mengatakan kepada DW pada akhir Maret.

Menteri Federal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Fawad Chaudhary mengatakan kepada media bahwa Covid-19 menyebar di Pakistan karena ketidaktahuan para ulama. Kemudian kelompok-kelompok Islam mengecam pernyataan Chaudhary.

Sementara, kelompok HAM mengatakan pemerintah harus bertindak tegas terhadap ulama yang menentang perintahnya.

"Undang-undang dengan jelas menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja menyebarkan penyakit harus dipenjara atau didenda. Pemerintah Perdana Menteri Imran Khan tampaknya sama sekali tidak berdaya," kata Osama Malik, seorang ahli hukum yang berbasis di Islamabad, mengatakan kepada DW.

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler