Belajar Lewat TVRI tak Bisa Gantikan Program Buatan Sekolah

Program di TVRI dipandang kurang menarik dan materinya sudah terlewat.

ANTARA/Iggoy el Fitra
Seorang murid sekolah dasar (SD) belajar melalui siaran streaming TVRI di rumahnya, di Padang, Sumatera Barat, Senin (13/4/2020). Kemendikbud resmi meluncurkan program Belajar dari Rumah bersama TVRI mulai Senin hingga Jumat, dengan total durasi tiga jam per hari untuk semua tayangan sebagai alternatif belajar di tengah pandemi virus korona (COVID-19)
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Fauziah Mursid, Antara

Sejak kemarin (13/4), program Belajar dari Rumah ditambah dengan beragam program TVRI bagi murid PAUD hingga SMA. Sejak pukul 08.00 WIB hingga siang hari murid sekolah bisa menyimak pelajaran yang tersaji melalui siaran TVRI.

Program lewat TVRI diadakan untuk membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet, karena alasan ekonomi maupun letak geografis. Pemerintah mengatakan, program Belajar dari Rumah ini dapat memperluas akses layanan pendidikan bagi masyarakat.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim memberikan sejumlah catatan terkait program belajar melalui TVRI. Dia mengaku telah menyaksikan salah satu program pelajaran biologi terkait virus bagi tingkat SMA.

"Dari sisi materi secara keseluruhan berupa pengetahuan umum tambahan saja. Materi tentang virus ada di kelas X semester 1," kata Muhammad Ramli Rahim kepada Republika di Jakarta, Selasa (14/4).

Dia mengatakan, materi yang dibawakan itu sebenarnya juga sudah terlewat. Lanjutnya, konsep terkait materi virus juga sudah diketahui siswa lebih dalam. Dia menambahkan, program tersebut juga hanya membahas virus corona.

Dia mengatakan, dari sekian banyak varian virus corona di dunia program tersebut hanya membahas satu varian yakni Covid-19. Pembahasan terkait virus tersebut juga hanya berlangsung sekitar 10 menit.

"Sisa waktu program juga dihabiskan untuk membahas kesehatan masyarakat," katanya.

Dia mencatat bahwa bahasan yang digunakan narator juga bukan bahasa formal. Dia mencontohkan penggunaan bahasa semisal sudah menjadi udah dan pakai menjadi pake serta bahasa non-formal lainnya.

Dia juga mengamati bahwa sajian ilustrasi video dalam materi tersebut juga tidak menarik. Menurutnya, masih banyak ilustrasi yang lebih menarik dan mendalam di Youtube.

"Kalau jargonnya mulai Senin kita belajar via TVRI maka seolah-olah nggak usah belajar lagi karena program yang dari sekolah masing-masing," katanya.

Ramli mengatakan, untuk tingkatan PAUD kelihatannya anak-anak Indonesia sudah bosan dengan program Jalan Sesama (Sesame Street). Menurutnya, program tersebut dalam tingkatan SD juga kurang jelas tujuannya apa.

"Sementara di tingkat SLTA gambarnya kurang jernih dan tayangan materi dan soal juga terlalu cepat sehingga siswa kewalahan mengikutinya," katanya.

Dia menegaskan, program tersebut tetap tidak bisa menggantikan program e-learning yang dibuat masing-masing sekolah. Dia berpendapat, program tersebut masih belum pas untuk disaksikan.

Untuk mengatasinya ia harap pemerintah membantu menyediakan internet secara gratis. "Pemerintah harus menanggung biaya internet terutama kuota datanya," katanya.

Baca Juga




Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto meminta kepada siswa, guru, maupun orang tua murid untuk memanfaatkan program pembelajaran Belajar dari Rumah. Program Belajar dari Rumah dimintanya benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh para siswa agar proses belajar masih tetap berjalan meskipun dari rumah.

Yuri mengingatkan kepada siswa, orang tua, dan guru tentang pentingnya berdiam diri di rumah selama masa pandemi Covid-19. Hal tersebut, kata dia, harus dilakukan untuk menekan penularan kasus baru.

Mendikbud Nadiem Makarim berharap program pembelajaran Belajar dari Rumah dapat meningkatkan kemampuan siswa. "Program Belajar dari Rumah merupakan bentuk upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat pada masa darurat Covid-19. Melalui tayangan ini pula, kami berharap ada peningkatan kemampuan siswa," ujar Mendikbud dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Ahad (12/4).

Selain materi pembelajaran untuk jenjang PAUD hingga pendidikan menengah, program itu juga menayangkan materi bimbingan untuk orang tua dan guru. Serta program kebudayaan di akhir pekan, yakni setiap Sabtu dan Ahad.

Mendikbud menjelaskan bahwa fokus pembelajaran melalui televisi itu adalah peningkatan literasi, numerasi, dan penumbuhan karakter peserta didik. Kemendikbud akan melakukan evaluasi program itu bersama dengan lembaga independen nonpemerintah.

"Ini sifatnya sangat dinamis. Gotong royong adalah kunci pembelajaran di masa darurat dan kami sangat terbuka terhadap konten positif baik di Indonesia dan mancanegara," ungkap Nadiem.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid berharap Menteri Agama menerapkan hal yang sama bagi siswa madrasah. Dalam keterangannya Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan bahwa Menag juga perlu meniru kebijakan Mendikbud untuk para siswa madrasah, baik siswa madrasah ibtidaiah, sanawiah, maupun aliah.

"Saya sudah usulkan ini saat rapat kerja dengan Menteri Agama pada tanggal 25 Maret lalu," katanya.

Dengan harapan, lanjut dia, kegiatan belajar siswa selama berada di rumah dapat diisi dengan kegiatan yang bermanfaat sehingga tidak ada materi pelajaran yang tertinggal. Bahkan bisa memaksimalkan waktu dengan segala yang meningkatkan kualitas peserta didik.

HNW berharap agar Menag merealisasikan usulan saat raker dengan Komisi VIII DPR RI itu, yaitu membuat program pendidikan siswa/siswa madrasah ibtidaiah, sanawiah, maupun aliah saat mereka belajar di rumah saat pandemi COVID-19 via TVRI.

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu meminta agar kebijakan Mendikbud itu juga perlu ditingkatkan untuk siswa menengah kejuruan (SMK). Untuk memaksimalkan belajar dari rumah, menurut dia, perlu ditekankan agar acara televisi, sebelum acara belajar siswa, di tengah-tengah, atau sesudah kegiatan belajar mengajar via TVRI, supaya disterilkan dari program-program lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan belajar dari rumah dan menghindarkan dari Covid-19.

"Bagusnya diisi dengan lagu-lagu kebangsaan atau hiburan yang mendidik, meningkatkan wawasan, atau siaran-siaran yang meningkatkan cinta dan bangga dengan bangsa dan negara," ujarnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mendukung kebijakan Kemendikbud yang membuat program Belajar dari Rumah yang ditayangkan di TVRI. Ia menilai program itu salah satu upaya yang dilakukan pemerintah agar proses Belajar dari Rumah bagi anak Indonesia menjadi lebih menyenangkan.

Sebab, dalam survei Kemen PPPA terhadap 717 anak dari 29 provinsi yang disebarkan Forum Anak Nasional (FAN) melalui pesan berantai aplikasi Whatssapp, 58 persen anak merasakan proses belajar dari rumah tidak menyenangkan. Kemen PPPA menilai Program Belajar dari Rumah yang ditayangkan di TVRI untuk masa tiga bulan itu menjadi alternatif solusi belajar dari rumah mengasyikkan bagi anak-anak. Selain itu, program itu juga alternatif untuk menjangkau pelajar yang tidak memiliki akses internet.

“Kami mengapresiasi dan menyambut gembira langkah cepat Kemendikbud yang berkomitmen menunjang proses Belajar dari Rumah pada masa pandemi Covid-19 melalui Program Belajar dari Rumah yang ditayangkan di TVRI, ini bisa merangsang kreativitas anak dan menghilangkan kejenuhan,” ujarnya.

Ia juga berpesan selama belajar di rumah, proses pendampingan menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua dan satuan pendidikan. Oleh karenanya, Silabus khusus bagi guru, orang tua, dan siswa tentang pembagian peran juga dibutuhkan.

Selain itu ia mendukung kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang akan mengesahkan revisi Peraturan Mendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler. Dalam revisi, dana tersebut dapat digunakan untuk membeli kuota internet untuk para siswa. Kebijakan ini sebagai jawaban keluhan orang tua dan siswa, yang membutuhkan banyak kuota internet selama proses Belajar di Rumah (BdR) di tengah pandemi virus corona atau Covid-19.

"(Karena) tidak semua anak di Indonesia dapat mengakses internet, dan kuota internet bukan barang yang murah. Banyak orang tua yang mengeluh tidak memiliki cukup biaya untuk membiayai kuota internet," ujar Bintang.

Karena itu, ia berharap pengesahan revisi peraturan bantuan teknis operasional sekolah bisa dipercepat. Sehingga bisa meringankan siswa atau orang tua siswa untuk membeli kuota internet.

Pembatasan kapasitas kendaraan selama PSBB. - (Republika/Berbagai sumber diolah)





BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler