Yasonna Ancam Copot Pegawai Terlibat Pungli Napi Bebas
Kemenkumham melarang pungli dalam program pembebasan napi asimilasi dan integrasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengaku akan bertindak tegas kepada jajarannya yang melakukan pungutan liar (Pungli) dalam pembebasan narapidana dan anak lewat program asimilasi dan integrasi.
Menurut Yasonna, bila ada jajaran internal pemasyarakatan yang melanggar, maka oknum tersebut langsung dicopot dari jabatannya.
“Instruksi saya ke jajaran internal pemasyarakatan sangat jelas. Jadi, instruksi ini harus dipahami dan dilakukan. Jika tidak, saya sudah instruksikan kepada Plt Dirjen Pas Bapak Nugroho untuk mencopot pelaku dari jabatannya,” kata Yasonna dalam keterangannya, Rabu (15/4).
Jika instruksi sudah terang benderang, tapi masih ada yang hendak bermain, silahkan sampaikan langsung lewat Instagram ini. "Sebutkan nama petugas, tempat Lapas/Rutan. Saya pastikan semua ditindak,” tambah Yasonna.
Sebelumnya, Nugroho menyampaikan akan ada sanksi tegas kepada jajarannya yang melakukan penyimpangan, termasuk pungutan liar dalam pengeluaran dan pembebasan warga binaan.
"Tidak boleh dan dilarang keras kebijakan pengeluaran ini ada pungutan. Tidak boleh ada pungli, tidak boleh ada penjarahan. Tidak boleh ada alasan dipersulit-dipersulit supaya ada pungutan," tegas Nugroho.
Diketahui Kemenkumham terakhir menyampaikan informasi telah membebaskan 35.676 narapidana dan anak melalui dua program tersebut pada Rabu (8/4) pekan lalu.
Program asimilasi dan integrasi disebut akan terus dilakukan sampai berhentinya status kedaruratan terhadap penanggulangan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah berakhir. Hal tersebut sesuai dengan penetapan pemerintah, pasal 23 Permenkumham No. 10 Tahun 2020.
Dalam Pasal 23 disebutkan, narapidana menerima asimilasi atau integrasi telah menjalankan 2/3 masa pidananya. Sementara anak telah menjalankan ½ masa pidananya sampai dengan tanggal 31 Desember 2020.
Program asimilasi dan integrasi tersebut tidak berlaku bagi pelaku kejahatan tindak pidana luar biasa seperti teroris dan korupsi sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur pengetatan remisi.