Transaksi Nontunai Gaya Hidup Masa Kini
Transaksi nontunai masa kini kian diminati, apalagi di tengah pandemi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengimbau masyarakat untuk mengoptimalkan transaksi secara nontunai selama masa pandemi COVID-19. Gubenur BI, Perry Warjiyo, dalam berbagai kesempatan senantiasa mengingatkan imbauan tersebut kemasyarakat. Hal ini ditegaskan kembali dalam konperensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur April 2020, Selasa (14/4) lalu.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta menyampaikan bahwa guna menindaklanjuti concern Gubernur BI tersebut, BI terus melakukan edukasi dan sosialiasi terkait hal ini. BI juga meminta Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan para Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP), serta stakeholders untuk turut melakukan edukasi melalui kanal masing-masing.
Guna mendukung perluasan penggunaan transaksi pembayaran secara nontunai dalam memitigasi dampak COVID-19, BI mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan berbagai instrumen kebijakan sistem pembayaran.
Pertama, pemberlakuan Merchant Discount Rate (MDR) QR Code Indonesian Standard (QRIS) sebesar nol persen untuk kategori usaha mikro. Dengan pemberlakukan tersebut, pedagang dengan kategori usaha mikro tidak dikenakan biaya transaksi pemrosesan QRIS oleh PJSP. Bukan hanya itu, dengan menggunakan QRIS maka seluruh pedagang (merchant) juga mendapat banyak manfaat.
Manfaat pertama, pembayaran menggunakan QRIS mengikuti tren pembayaran nontunai digital yang artinya tersedia alternatif metode pembayaran bagi pembeli sehingga memperluas pangsa pembeli secara tidak langsung. Manfaat kedua, penggunaan QRIS berpotensi meningkatkan omzet penjualan karena tersedia alternatif pembayaran selain tunai yang sedang berkembang di masyarakat khususnya generasi muda. Manfaat ketiga, mengurangi kesulitan untuk menyediakan uang kecil untuk kembalian termasuk menghilangkan potensi kerugian akibat penerimaan pembayaran menggunakan uang palsu.
Manfaat keempat, hasil penjualan tercatat otomatis dan uangnya langsung tersimpan di bank serta dapat dimonitor setiap saat melalui aplikasi. Manfaat kelima, dengan tercatatnya transaksi penjualan maka akan membangun profil kreditur bagi penyedia pinjaman seperti bank. Dengan demikian, terbuka luas peluang bagi pedagang untuk mengajukan dan mendapat modal kerja.
Manfaat keenam, pembayaran nontunai dengan QRIS memudahkan pedagang membayar tagihan, retribusi, pembelian barang stok secara nontunai tanpa meninggalkan toko. Manfaat ketujuh, dengan menggunakan QRIS, masyarakat baik pedagang dan setiap penduduk turut berkontribusi konkret mendukung program Pemerintah, Bank Indonesia dan Pemerintah daerah. Pengguna telah menjadi bagian dari ekosistem ekonomi dan keuangan digital dalam rangka mendorong inovasi, percepatan dan perluasan digitalisasi daerah, serta mendorong integrasi ekonomi dan keuangan digital guna mewujudkan efisiensi, efektifitas, transparansi, dan tata kelola keuangan.
"Dengan kebijakan ini BI mengharapkan penggunaan QRIS khususnya oleh pedagang mikro semakin luas dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan. Selain itu transaksi menggunakan QRIS membantu baik pedagang dan masyarakat untuk mengurangi risiko penularan virus COVID-19 dengan meminimalisir kontak antar individu melalui media fisik,” jelas Filianingsih Hendarta. BI juga mendorong pelaku usaha untuk mendaftarkan diri sebagai merchant QRIS pada PJSP berizin di laman https://bit.ly/PJSPQRIS.
Kedua, mengeluarkan kebijakan penurunan biaya layanan Transfer Dana melalui SKNBI untuk per transaksi Transfer Dana. Kebijakan berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai 31 Desember 2020. Biaya pengiriman Data Kliring Elektronik yang dibebankan BI kepada bank semula Rp 600 menjadi Rp 1. Kemudian, Biaya Transfer Dana yang dibebankan bank kepada nasabah dari semula maksimal Rp 3.500 menjadi maksimal Rp 2.900.
"Latar belakang penyesuaian biaya Layanan Transfer Dana melalui SKNBI adalah untuk mendorong penggunaan pembayaran nontunai pada transaksi ritel," demikian disampaikan Pungky P. Wibowo, Kepala Penyelenggaraan Sistem Pembayaran.
Ketiga, melonggarkan kebijakan kartu kredit yang mencakup (i) penurunan batas maksimum suku bunga yang sebelumnya 2,25 persen menjadi dua persen per bulan, efektif 1 Mei 2020, (ii) penurunan sementara nilai pembayaran minimum kartu kredit, sebelumnya 10 persen menjadi lima persen, (iii) penurunan sementara besaran denda keterlambatan pembayaran, sebelumnya tiga persen atau maksimal Rp 150 ribu menjadi satu persen atau maksimal Rp 100 ribu, dan (iv) mendukung kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran bagi nasabah yang terdampak COVID-19. Tiga kebijakan terakhir efektif berlaku mulai 1 Mei 2020-31 Desember 2020.
Keempat, mendukung program Pemerintah dalam percepatan penyaluran program-program bantuan sosial secara nontunai kepada masyarakat bersama PJSP, melalui akselerasi elektronifikasi penyaluran program-program sosial Pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT), Kartu Prakerja, dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Bank Indonesia mengapresiasi berbagai upaya pelaku Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) untuk mendorong penggunaan pembayaran nontunai, termasuk mendukung program pemerintah dalam menyalurkan dana bantuan sosial melalui pembayaran nontunai. Upaya yang ditempuh pelaku EKD ini tidak hanya mendukung akitivitas ekonomi sehari-hari tetapi juga meningkatkan efisiensi perekonomian.
Di samping itu, dalam rangka mendukung upaya penanggulangan COVID-19 yang dilakukan oleh Pemerintah dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memitigasi penyebaran COVID-19, BI bersama otoritas terkait dan industri berkomitmen menjaga kelancaran layanan sistem pembayaran dengan tetap menyediakan layanan transaksi keuangan dan transaksi pembayaran untuk memfasilitasi kegiatan perekonomian dan kebutuhan masyarakat di tengah upaya penanggulangan pencegahan penyebaran COVID-19.