Corona tak Hentikan Tradisi Adzan Unik Masjid Umayyad

Adzan di Masjid Umayyad Damaskus dikumandangkan berkelompok.

REUTERS
Corona tak Hentikan Tradisi Adzan Unik Masjid Umayyad.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Enam orang muadzin di Masjid Agung Umayyad Damaskus duduk di depan mikrofon. Mereka secara bersama-sama mengumandangkan adzan hingga terdengar di seperempat bagian kota kuno Damaskus.

Enam orang muadzin tersebut merupakan bagian dari 25 orang muazin di Masjid Agung Umayyad di Damaskus, Suriah. Mereka melantunkan adzan bersama-sama. Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun.

Tiap muadzin dibagi per kelompok dan bergantian melantunkan adzan. Teknik tersebut hanya ada di Masjid Umayyad dan tidak dapat ditemukan di masjid-masjid lain di Suriah.

Di masjid lain, sebagaimana pada umumnya, adzan hanya dilakukan oleh seorang muadzin. Di Masjid Umayyad, adzan yang hanya dilakukan seorang muadzin adalah saat adzan sholat subuh.

Masjid ini ditutup pertengahan Maret lalu sebagai bagian dari langkah pencegahan meluasnya virus corona. Di Damaskus, corona telah menginfeksi 29 orang. Sebanyak dua di antaranya meninggal.

Tapi adzan jalan terus.

Baca Juga


r">


Muadzin tertua di masjid ini, Mohammad Ali Al Sheikh, menuturkan tradisi ini mengalir di darahnya. "Saya berasal dari keluarga muadzin. Saya menjadi muadzin selama 68 tahun, seperti yang dilakukan ayah saya hingga beliau wafat," katanya yang kini berusia 80-an tahun.



Muadzin umumnya merupakan pekerjaan sampingan atau pensiunan. Mereka dipilih karena memiliki suara yang luar biasa. Al Sheikh membagi pengalamannya. Dia sejak kecil didorong oleh kolega ayahnya menjadi muadzin karena suaranya yang indah.

Dia pun menganggap suaranya sebagai karunia dari Allah. "Allah menghadiahkan muadzin dengan suaranya untuk menyebarkan kata-kata Allah," ujarnya, dilansir di The National, Kamis (16/4).

Al Sheikh mengumandangkan adzan bersama lima muadzin lainnya. Sebuah gambar Ka'bah terantung di dekat sebuah ayat Alquran yang dipigura.

Teknik mengumandangkan adzan berbarengan ini dinamakan Al Jawq. Panggilan sholat ini menghasilkan suara unik ketika terdengar dari Masjid Umayyad. Adzan disiarkan dari tiga menara yang menghadap ke ibu kota.

Masjid Umayyad dibangun di abad ke-8. Sebelum pengeras suara dipasang di sekitar 1980-an, sekelompok muadzin melantunkan adzan dari menara. Al Sheikh salah satunya.

Suara mereka kemudian terdengar di seluruh penjuru Damaskus. Mereka juga menaikkan bola merah sebagai tanda bagi muadzin di kota lain bersama-sama mengumandangkan adzan.

Salah satu masjid bersejarah di Suriah, Masjid Agung Umayyad yang pernah hancur akibat perang. - (Reuters)

Dalam bukunya The Great Mosque of Damascus, arsitek dan penulis Talal Akili mengatakan teknik mengumandangkan adzan tersebut awalnya berasal dari akhir abad ke-15. Adzan mulanya menjadi cara memberitahu waktu sholat bagi calon jamaah haji yang sedang dalam perjalanan ke Mekkah di Damaskus.

Al Sheikh menambahkan, suara seorang muadzin, pertama, harus indah dan keras. Kemudian, dia harus belajar melantunkan dan intonasi.

"Tradisi ini sudah diturunkan dari ayah ke anak laki-laki selama lima generasi. Ini bukan hobi, ini mengalir di darah kami," katanya.

Meski tengah dilanda perang selama 10 tahun, Masjid Umayyad tak goyah dan tetap buka. Tentu saja, keputusan pemerintah menutup masjid membuat banyak penduduk Damaskus terkejut.

Namun, muadzin Muhammad Al Saghir terus mengumandangkan adzan, meski kini jamaah diminta menunaikan sholat di rumah. Penjual barang kerajinan perak ini membuka kiosnya hanya beberapa meter dari masjid.

Dia akan menutup tokonya ketika waktu sholat tiba. Konsumennya pun mafhum dengan hal itu. Dia akrab dengan para muadzin dan didorong untuk menjadi salah satu dari mereka.

Meski tidak dilatih secara formal, dia mulai mengumandangkan adzan pada 1990-an. "Inilah warisan Suriah," kata pria 51 tahun tersebut.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler