Perbedaan Ulama, Umara, dan Ulil Amri (2)

Kata Ulama dan Umara sudah masuk dalam kota kasa bahasa Indonesia.

Perbedaan Ulama, Umara, dan Ulil Amri (2). Foto Ilustrasi: Majelis Ulama Indonesia (ilustrasi)
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Pada Surat An-Nisa ayat 59, Allah memerintahkan kepada seluruh orang yang beriman, supaya taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, serta kepada ulil amri, yaitu para pemimpin pemerintahan kita. Taat kepada Allah ialah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya dalam Al-Qur'an, dan taat kepada Rasul yaitu mengikuti petunjuk dan contoh-contohnya yang ada.

Baca Juga


Selanjutnya ulil amri yaitu yang memegang urusan kita, juga wajib kita taati perintah-perintah dan ketentuannya, selama perintah-perintah dan ketentuan itu. Sejalan atau tidak bertentangan dengan perintah-perintah dan ketentuan Allah dan Rasul, selama perintah dan ketentuan ulil amri atau penguasa itu sejalan atau tidak bertentangan dengan  Al-Qur'an dan Hadis Nabi.

Sedangkan jika perintah ulil amri bertentangan dengan petunjuk Al qur'an, kita tidak boleh taat, karena kita dilarang taat kepada makhluk dalam hal yang melawan perintah Allah, sebagaimana Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, "Tidak ada (kewajiban) taat kepada makhluk dalam hal maksiat (melawan ketentuan) Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi. (Riwayat Ahmad dari 'Imran bin Husain)".

Umat Islam wajib taat kepada Ulil Amri jika perintah Ulil Amri sejalan, atau tidak bertentangan dengan perintah dan ketentuan Allah dan Rasul, tetapi jika bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabi, seperti misalnya ada aturan kerja yang melarang salat Jum'at atau salat-salat Fardu lainnya, atau jika ada aturan yang membolehkan pencurian, perzinaan, minum minuman keras, maka tidak wajib ditaati.

Secara umum peran ulama dan umara cukup besar di masyarakat Indonesia, baik di kota-kota maupun di desa, meskipun derajatnya tidak sama di beberapa tempat. Masyarakat di desa misalnya tingkat ketaatan mereka sangat tinggi terhadap ulama maupun umara, sedangkan masyarakat perkotaan, ketaatan mereka lebih rendah dibanding dengan masyarakat desa.

Tetapi masyarakat perkotaan yang jiwa keagamaannya cukup tinggi, keberagamaannya kental, ketaatan mereka kepada ulama juga sama dengan masyarakat pedesaan. Ketaatan ini memang merupakan bagian dari perintah Allah dalam Alquran.

Dalam Surah Al- Imran ayat 110 berisi tenteng memberi dorongan kepada orang Islam supaya tetap memelihara sifat-sifat sebagai khaira ummah, yaitu umat yang terbaik yang dapat menjadi contoh bagi seluruh manusia, dan agar umat Islam selalu memiliki semangat hidup yang tinggi. Umat yang paling baik di dunia ialah yang mempunyai dua sifat, yaitu mengajak kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran, serta senantiasa beriman kepada Allah.

Semua sifat ini telah dimiliki umat Islam sejak zaman Nabi, dan telah menjadi darah daging pada setiap orang Islam, sehingga umat Islam menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang relatif  singkat, yaitu 23 tahun, Nabi telah dapat menjadikan seluruh Jazirah Arabia tunduk dan patuh pada panji-panji Islam, hidup aman dan tenteram dalam persatuan yang penuh dengan suasana keadilan dan persamaan.

Padahal sebelumnya mereka adalah bangsa Jahiliyah yang selalu terpecah belah dan diliputi suasana takut karena peperangan antar kabilah yang tidak pernah berhenti. Selanjutnya ayat ini menerangkan bahwa andaikata orang-orang Ahli Kitab mau beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, dan juga kepada kitab Al Qur'an,adalah lebih baik bagi mereka.

Memang ada sedikit dari mereka yang kemudian beriman dan masuk Islam seperti Abdullah bin Salam dan beberapa  kawannya pada masa Nabi, dan sekarang pun ada yang menjadi muslim, tetapi prosentasenya sedikit sekali. Sebagian besar mereka tetap fasik, yaitu memiliki iman yang rusak, karena beriman kepada sebagian Rasul tetapi tidak beriman kepada Rasul yang lain, beriman kepada beberapa kitab Allah tetapi tidak beriman kepada Al quran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler