Mengapa Alquran Membolehkan Muslimin Berperang?
Alquran mengizinkan Muslimin berperang saat mereka terlebih dahulu diserang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam membolehkan umatnya untuk maju berperang. "Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya, dan sesungguhnya Allah benar-benar Mahakuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, tak lain karena perkataan mereka, 'Tuhan kami hanyalah Allah.'" (QS All-Hajj: 39-40).
Menurut riwayat yang dikutip Martin Lings dalam bukunya, Muhammad, Rasulullah SAW menerima wahyu tersebut tak lama setelah berada di Madinah.
Firman Allah SWT itu memberikan izin atau memerintahkan kepada Nabi SAW dan kaum Muslimin untuk berperang melawan kaum musyrikin Quraisy.
Mengapa Alquran mengizinkan peperangan?
Peralihan keimanan sebagian orang Quraisy ternyata menjadikan hidup mereka pahit. Ya, Muslimin itu diusir dari tanah airnya, Makkah, hanya karena berkata, "Tuhan kami hanyalah Allah."
Padahal, dalam kebiasaan masyarakat Arab, pengusiran dari suku sendiri termasuk tindakan semena-mena, bahkan melanggar ikatan suku yang dijunjung bersama.
Meskipun memberikan izin melakukan perlawanan, Alquran juga mengimbau agar kaum Muslimin tidak melakukan penyerangan terlebih dahulu.
Sebab, tindakan itu mengakibatkan permusuhan yang panjang.
Etika perang
Dalam peperangan pun mesti ada norma. Ada etika perang yang harus dijaga oleh umat Islam.
Allah berfirman, yang artinya, "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas" (QS Al-Baqarah [2]: 190).
Tidak hanya berhenti di situ. Alquran juga menekankan supaya umat Islam memberikan maaf dan ampunan, bahkan ketika perang berkecamuk. Jika pihak musuh meminta damai, umat Islam dianjurkan meletakkan senjata. Prinsip yang ditekankan Alquran adalah bahwa menyelesaikan masalah sebaiknya dengan duduk bersama dan saling menghormati.
Dengan demikian, seperti dikatakan Karen Armstrong, Islam telah merumuskan tata cara berperang yang adil.
Armstrong dalam bukunya Muhammad Prophet for Our Time juga mengungkapkan, aturan perang yang ditetapkan Islam tidak berarti mengajarkan sifat pasif.
Nabi SAW merupakan sosok yang aktif dan berpandangan bahwa perang terkadang diperlukan. Namun, hal itu tidak menjadi tujuan utama. Setelah usai perang Badar, Nabi bersabda, ''Kita baru kembali dari jihad kecil (perang) dan menuju jihad besar (melawan hawa nafsu).''