Tujuh Poin Tausiyah Ramadhan Dewan Pertimbangan MUI

Dewan Pertimbangan MUI mengeluarkan tujuh poin tausiyah Ramadhan.

Pixabay
Tujuh Poin Tausiyah Ramadhan Dewan Pertimbangan MUI. Foto: Ilustrasi Ramadhan
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Ramadhan 1441 H tinggal menghitung hari. Di tengah mewabahnya virus Covid-19, Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan tausyiah yang bisa menjadi panduan dalam menghadapi kondisi saat ini.

Baca Juga


Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI, Prof Din Syamsuddin menyebut, ada tujuh poin yang dihasilkan dalam rapat sebelumnya. Pedoman ini diharap menjadi bimbingan bagi umat Muslim agar tetap melaksanakan ibadah dengan aman dan nyaman.
 
"Isi tausyiah ini mengandung bimbingan, pesan, dari kami Wantim MUI kepada umat Islam dalam rangka mengisi bulan suci Ramadhan. Terutama menunaikan ibadah Ramadhan di situasi penuh keprihatinan akibat persebaran Covid-19," ujar Prof Din dalam konferensi pers menggunakan media Zoom, Rabu (22/4).
 
Poin pertama yang ditetapkan yaitu dalam menyongsong keagungan bulan Ramadhan, mari disikapi dan dihadapi dengan prasangka baik, husnudzan. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, diharapkan hati tetap tenang, penuh kesabaran, berikhtiar dan yakin bahwa segala yang terjadi  adalah atas takdir dan kehendak Allah SWT.
 
Wantim MUI meminta umat Islam mengingat bahwa sejatinya virus ini juga makhluk Allah SWT, yang diturunkan ke muka bumi untuk menguji dan meningkatkan keimanan kita sebagai kaum muslimin.
 
Poin kedua, MUI berharap umat memiliki tekad untuk menguatkan lembaga keluarga. Caranya dengan tetap semangat mensyiarkan ibadah di bulan 
Ramadhan dari rumah masing-masing.
 
Beberapa ibadah yang bisa dilakukan bersama-sama di rumah yakni, berpuasa dengan khusyu’, menunaikan shalat Rawatib dan shalat Tarawih berjamaah bersama keluarga di rumah, meningkatkan ibadah sunnah. Selain itu penuh harap kebaikan dari Allah SWT, mendekatkan diri kepada Allah SWT, memperbanyak introspeksi diri, memperbanyak dzikir dan doa, memperbanyak membaca Alquran, sering bersuci untuk menjaga wudhu.
 
Keluarga diminta untuk menjaga fisik tetap sehat, disiplin bersih sesuai protokol kesehatan, bekerja dari rumah (work from home), beribadah di rumah (pray from home), serta bersilaturahim dari rumah. Pun rutin berolah raga, menjaga jarak sehat (physical distancing), dan memanfaatkan teknologi daring sebagai media berkumpul bersama saat sahur, berbuka puasa, serta menjalankan kajian-kajian keagamaan dan kemasyarakatan.
 
Berikutnya, Wantim MUI menyerukan untuk meningkatkan semangat tolong menolong kepada sesama. Semangat gotong-royong dan solidaritas persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), persaudaran kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah) harus digerakkan.
 
"Menolong kepada sesama baik yang terinfeksi maupun terdampak kehidupan sosial dan ekonominya. Pembayaran zakat mal bisa dipercepat dengan dilakukan di awal Ramadhan. Tidak perlu ditunda-tunda," lanjut Prof Din.
 
Poin keempat, Wantim MUI mengimbau lembaga penyiaran publik untuk menyajikan acara yang produktif, membangun solidaritas bersama, menghibur namun mendidik. MUI juga meminta agar menghindari penyajian tayangan acara yang kontraproduktif dengan kekhusyu’an bulan Ramadhan dan suasana keprihatinan rakyat yang tengah dilanda pandemi global ini.
 
Selanjutnya, Prof Din menyebut, Wantim MUI menyampaikan dukungan dan semangat kepada seluruh tenaga medis dan relawan yang berada di barisan terdepan dalam penanganan wabah Korona. Pihaknya juga mendorong pemerintah agar hendaknya memastikan tercukupinya kebutuhan Alat Pelindung Diri (APD) dan obat-obatan bagi mereka dan bagi rumah sakit rujukan.
 
Hal ini perlu dilakukan agar upaya penanganan dan penyembuhan pasien Covid-19 berjalan secara optimal dan efektif sehingga Indonesia kembali sehat.
 
Dewan Pertimbangan MUI selanjutnya mendorong untuk melakukan sosialisasi pandangan kemanusiaan terhadap mereka yang terpapar Korona. Umat Islam diminta memberikan dukungan kesembuhan dan kesehatan kepada para pasien dengan tetap berpegang kepada mekanisme dan protokol kesehatan dari pemerintah.
 
"Jangan memandang mereka sebagai orang yang terdiskriminasi, dianggap sebagai aib dan sampah masyarakat yang ditelantarkan. Termasuk menolak jenazahnya untuk dimakamkan. Jangan sampai ada lagi yang seperti itu," ucapnya.
 
Terakhir, dalam suasana keprihatinan pandemi, aktivitas mudik lebaran untuk merayakan Idul Fitri diharap dapat ditunda. Penundaan ini dapat memutus mata rantai penyebaran dan menekan penyebaran virus corona.
 
Perayaan Idul Fitri tahun ini hendaknya dijadikan sebagai momentum peningkatan solidaritas dan kesederhanaan. Menghindari perilaku bersenang-senang yang melampaui batas, mubazir, dan menghambur-hamburkan harta 
untuk hal-hal yang kurang bermanfaat dan tidak menjadi prioritas bagi upaya percepatan penanggulangan wabah corona secara medis, sosial, dan ekonomi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler