Akademisi Pertanyakan Efektivitas Jarak Aman 2 Meter
Menurut akademisi, droplet dapat melayang lebih jauh dari aturan jarak aman.
REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Seruan melakukan physical distancing selama pandemi Covid-19 dengan menjaga jarak dua meter dengan orang lain dipertanyakan efektivitasnya. Hal tersebut terungkap setelah beberapa teknisi mengadakan percobaan untuk mengukur sejauh mana droplet seseorang dapat terbang di udara.
Seperti diwartakan Today, Sabtu (25/4), insinyur dari Atlantic University membuat simulasi batuk dalam sebuah labolatorium. Mereka menggunakan laser untuk mengukur seberapa jauh droplet atau percikan liur orang dapat melayang.
Percobaan itu mendapati bahwa dalam dalam 41 detik, droplet dari dari simulasi "batuk berat" dapat mencapai sekitar tiga hingga empat meter. Padahal, aturan physical distancing mengimbau agar setiap orang menjaga jarak minimum dua meter dengan individu lainnya.
Percobaan itu juga melacak apa yang terjadi pada partikel kecil yang ukurannya sama dengan virus corona. Hasilnya, beberapa partikel diamati bahwa mereka jatuh akibat gravitasi, sementara sebagian lainnya tergantung di udara dan beberapa bahkan terbang.
Semetara ada hasil berbeda berdasarkan penelitian lain yang diterbitkan dalam Journal of American Medical Association pada akhir Maret lalu. Penelitian itu partikel-partikel droplet atau tetesan yang dikeluarkan melalui batuk dapat bergerak mencapai jarak sekitar tujuh hingga delapan meter.
Berdasarkan temuan itu, para ahli lantas merekomendasikan bahwa jika seseorang melihat orang lain batuk di tempat umum maka hindari area itu selama beberapa menit. Inilah yang dikatakan ahli epidemiologi dan dokter tentang keefektifan aturan jaga jarak sekitar dua meter dalam social distancing.
Dokter penyakit menular dan profesor kedokteran klinis di Universitas Virginia Commonwealth, Annandale, di Virginia, Mary Schmidt mengatakan bahwa sebenarnya jaga jarak sekitar dua meter juga bukanlah rekomendasi yang realistis. Alasannya, sebagian karena virus adalah salah satu yang lebih kecil.
Dia juga mengatakan bahwa pendapat yang menyebut bahwa tempat terbuka beresiko penularan lebih rendah dari tempat tertutup juga tidak sepenuhnya benar. Dia menjelaskan, angin dapat bergerak membawa partikel-partikel batuk seseorang lebih jauh di tempat terbuka.
Dia menjelaskan, udara dapat membuat partikel-partikel bertahan lebih lama di luar ruangan. Selama partikel itu sangat ringan maka mereka dapat mengambang dalam embusan udara dan mereka diterbangkan lebih jauh.
"Saya pikir berada di luar di tempat-tempat umum dengan banyak orang di sekitar sama berisikonya dengan berada di dalam bersama seseorang yang batuk atau bersin," kata Mary Schmidt.