Harga Cabai Anjlok, Petani tak Bisa Balik Modal
Pandemi corona membuat cabai menjadi tidak laku, harga jual pun turun.
REPUBLIKA.CO.ID, REJANG LEBONG -- Kalangan petani cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu mengeluhkan rendahnya harga jual hasil tanaman. Rendahnya hasil jual membuat mereka terancam tidak bisa lagi melakukan usaha serupa.
"Saat ini harga cabai merah keriting yang halus ditingkatan petani petani hanya berkisar Rp 9.000 sampai Rp 10.000 per kg, kalau yang sedang Rp 7.000 dan cabai merah yang besar cuma dihargai Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kg," kata Wahyu, petani cabai yang ada di Desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Senin.
Selain harga cabai merah yang mengalami penurunan hal serupa juga terjadi pada harga jual cabai hijau dan cabai rawit. Untuk cabai hijau harga jualnya ditingkatan petani berkisar Rp 1.000 per kg dan cabai rawit halus Rp 8.000 hingga Rp 10.000 per kg.
Rendahnya harga jual cabai di daerah tersebut kata Wahyu, karena pengaruh dari penyebaran virus corona yang melanda Tanah Air. Penyebaran corona membuat cabai tidak laku. Selain itu, pasar tujuan cabai ini juga banyak tutup.
"Kami tidak bisa melanjutkan usaha untuk menanam cabai lagi karena modalnya sudah habis. Untuk membayar utang akibat membeli bibit, obat-obatan dan pupuk kami kesulitan, bahkan ada petani yang membayar hutangnya dengan cabai karena tidak ada uang," ungkap dia.
Sementara itu, Rita salah seorang pedagang penampung cabai mengatakan, jika kondisi petani cabai dan sayuran di Rejang Lebong sedang terpuruk karena rendahnya harga jual produk pertanian yang mereka hasilkan, dan cenderung tidak laku di jual.
"Kasihan sekali, hasil kebun mereka dihargai cukup murah bahkan tidak laku. Kita mau nolong juga tidak bisa dan hanya berharap pemerintah bisa memberikan bantuan kepada mereka sehingga mereka bisa tidak mengalami krisis pangan dan nantinya bisa kembali bertani," urainya.