Aplikasi Pelacak Kontak Timbulkan Kekhawatiran Warga Qatar

Pemerintah Qatar mewajibkan seluruh warganya untuk mengunduh aplikasi pelacak kontak

Wikipedia
Bendera Qatar. Ilustrasi
Rep: Puti Almas Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, DOHA — Aplikasi yang bertujuan untuk melacak kontak terkait infeksi virus corona jenis baru (Covid-19) di Qatar telah memicu kekhawatiran atas privasi warga di negara itu. Hal ini kemudian mendorong pemerinah untuk menawarkan jaminan dan konsesi dalam penggunaan aplikasi. 

Baca Juga


Seperti pemerintah lain di seluruh dunia, Qatar beralih ke telepon seluler untuk melacak pergerakan orang dan dengan siapa mereka berhubungan, memungkinkan pihak berwenang untuk memantau dan memperingatkan orang yang berisiko tertular virus corona jenis baru.

Dilansir Digital Journal, aplikasi ini menggunakan sinyal radio Bluetooth untuk mengaktifkan fitur ‘ping’ ke perangkat terdekat, membuat pengguna dapat dihubungi jika mereka diduga positif Covid-19 atau dekat dengan area rentan penularan virus. 

Tetapi, akses ke data lokasi pengguna dalam aplikasi itu telah memicu kekhawatiran banyak orang tentang pengawasan negara. Aplikasi yang digunakan di perangkat Android mengizinkan akses ke galeri gambar dan video pengguna, serta memungkinkan aplikasi melakukan panggilan tanpa alasan. 

"Saya tidak mengerti mengapa ini membutuhkan semua izin ini," tulis Ala'a di grup Facebook yang populer dengan komunitas ekspat besar Qatar, salah satu dari beberapa forum semacam yang khawatir terhadap aplikasi tersebut.

Justin Martin, seorang profesor jurnalisme yang berbasis di Qatar, memperingatkan pihak berwenang untuk tidak "mengikis" kepercayaan dengan menegakkan "aplikasi dengan izin yang mengkhawatirkan". Pemerintah negara Timur Tengah itu meluncurkan aplikasi bernama Ehteraz atau diartikan sebagai ‘pencegahan’ pada April lalu. 

Pada 22 April, Pemerintah Qatar mewajibkan seluruh warga di negara itu untuk mengunduh Ehteraz di ponsel masing-masing. Terdapat ancaman hukuman hingga tiga tahun penjara bagi mereka yang tidak melakukan perintah tersebut.

Kritik terhadap pemerintah jarang terjadi di Qatar. Selain itu terdapat undang-undang yang melarang adanya rasa tidak hormat terhadap para pejabat negara. 

Namun, para pejabat mengatakan bahwa hukum pada aplikasi akan ditegakkan dengan pemahaman. Mohamed bin Hamad Al-Thani dari Kementerian Kesehatan Qatar mengatakan data yang dikumpulkan dalam aplikasi tersebut sepenuhnya bersifat rahasia. 

"Akan ada pembaruan untuk aplikasi Ehteraz untuk mengatasi masalah yang menjadi perhatian dan semakin meningkatkan efisiensinya," tambahnya dalam wawancara di televisi pemerintah, Kamis.

Versi baru dari perangkat lunak tersebut telah dirilis untuk Apple dan Android pada hari Minggu, menjanjikan "perbaikan bug minor", tetapi tanpa menunjukkan bahwa aspek invasif telah dihapus.

Aplikasi ini diperkenalkan menjelang Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada Ahad (24/5) kemarin, saar pihak berwenang di negara dengan mayoritas Muslim memperingatkan bahwa pertemuan atau silaturahmi yang biasa diadakan selama waktu tersebutdapat menyebabkan lonjakan kasus Covid-19.

Peneliti Human Rights Watch Hiba Zayadin mengatakan Ehteraz bersifat sangat invasif, dengan serangkaian izin yang memungkinkan pemerintah mengakses hal-hal yang tidak diperlukan untuk tujuan pelacakan kontak, izin yang tidak perlu dan menghadirkan gangguan privasi yang memprihatinkan.

Selain itu, banyak pekerja migran di Qatar dilaporkan tidak memiliki ponsel yang kompatibel untuk memungkinkan mereka mengunduh aplikasi tersebut. Ulasan-ulasan yang ada di dunia maya juga memperlihatkan banyak orang mengeluh bahwa Ehteraz dapat menghabiskan daya baterai ponsel dengan cepat. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler