In Picture: Opini Media: Rasisme AS VS Hindu-Muslim India Apakah Sama?

Sebagian kalangan menyamakan rasisme di AS dan konflik Hindu-Muslim India.

Warga Australia ikut serta dalam aksi unjuk rasa memprotes kematian warga kulit hitam Amerika Serikat George Floyd di tangan polisi Minneapolis, di Sidney, Selasa (2/5).

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Rep: Kiki Sakinah Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kematian seorang pria kulit hitam di Minneapolis, Amerika Serikat (AS), yang tewas di tangan polisi kulit putih karena mati lemas telah memicu kemarahan di seluruh AS atas pendekatan rasis polisi. George Floyd meninggal setelah polisi kulit putih itu terus menekan lehernya dengan lututnya.

Baca Juga


Akibatnya, protes keras oleh orang kulit hitam dan kulit putih meletus di banyak negara bagian di AS menentang kematian Floyd tersebut. Protes tersebut telah memicu kerusuhan dan perusakan kantor polisi setempat.  

Inisiden ini adalah manifestasi dari pelecehan ras yang terus menghantui AS di abad ke-21 ini. Insiden ras di AS ini telah memunculkan gerakan yang disebut 'Black Lives Matter'. Rasisme di AS ini lantas disamakan  sejumlah pihak dengan kasus yang menimpa umat Muslim di India.  

Beberapa orang liberal India, media, dan lainnya, menyamakan nasib pria kulit hitam di AS itu dengan orang-orang Muslim di India. Mereka menginginkan gerakan serupa di India dan menyebutnya 'Muslim Lives Matter'.  

Pensiunan tentara India, Saroj Chadha, dalam artikelnya di The Times of India, membahas soal bisakah Muslim India dibandingkan dengan orang kulit hitam Amerika. Kemudian, apakah pemisahan komunal antara Hindu dan Muslim di India sama dengan rasisme antara kulit putih dan kulit hitam di AS? 

Saroj Chadha sendiri pernah bertugas di Angkatan Darat India sebagai perwira teknis selama 23 tahun dan memilih pensiun dini pada 1991. 

Dia pernah terlibat dalam perang India-Pakistan 1971 di sektor dataran tinggi dan melayani dua tahun dalam operasi kontra-pemberontakan di timur laut.  

Saroj mengatakan, bahwa kasus rasisme di AS terhadap orang kulit hitam tidak dapat dibandingkan dengan kondisi Muslim di India. Menurutnya, mereka yang terlibat dalam perbandingan semacam itu hanya berusaha untuk menimbulkan masalah di India dengan tujuan untuk merusak lingkungan komunal agar sesuai dengan agenda pribadi mereka.  

"Setiap pembicaraan tentang Islamofobia di antara umat Hindu adalah isapan jempol dari imajinasi pikiran yang licik. Dengan melakukan itu, pikiran-pikiran ini sebenarnya menggambarkan pola pikir fobia Hindu yang mereka rasakan," kata Saroj, dalam artikelnya di The Times of India, dilansir Rabu (3/6).  

Ribuan pengunjuk rasa duduk di ibukota negara bagian, lebih dari seminggu setelah kematian George Floyd saat ditahan, di St Paul, Minnesota, AS, 02 Juni 2020. Sebuah video pengamat yang diposting online pada 25 Mei, menunjukkan George Floyd , 46, memohon untuk menangkap petugas bahwa dia tidak bisa bernapas ketika seorang petugas berlutut di lehernya - ( EPA-EFE/CRAIG LASSIG)

Saroj menuturkan, di AS baik orang kulit putih maupun orang kulit hitam bukanlah orang Amerika asli. Nenek moyang dari kebanyakan orang kulit putih datang sebagai imigran dari Eropa dan Inggris setelah Amerika ditemukan pada 1492. Sementara leluhur kulit hitam secara paksa diangkut dari Afrika untuk dijual sebagai budak di Amerika Serikat pada abad ke-17 dan ke-18.  

Orang kulit putih sebagian besar beragama Kristen dan selama periode waktu yang paling banyak orang Amerika kulit hitam juga mengadopsi agama yang sama. Baik orang kulit putih maupun orang kulit hitam tidak dapat mengklaim sebagai penduduk asli dari massa daratan yang dikenal sebagai AS itu.  

Dibandingkan dengan ini di India, Saroj mengatakan bahwa baik Hindu dan Muslim adalah putra tanah yang memiliki warisan bersama termasuk etnis yang sama. Nenek moyang Muslim India memeluk Islam selama pemerintahan Mughal karena berbagai alasan, di mana orang menjadi mualaf secara massal di bawah penguasa fanatik seperti Aurangzeb.  

Di AS, orang kulit putih dan kulit hitam bersumpah dengan konstitusi yang sama dan mempertahankannya di atas kepercayaan agama mereka. Ini memastikan kode sipil yang umum untuk semua orang di Amerika selain dari hukum umum negara tersebut. 

Kesetiaan mereka kepada bangsa adalah yang tertinggi dan di atas segalanya. Sayangnya, di India, kata Saroj, sementara semua orang menerima konstitusi yang sama, ada kalanya umat Islam memegang agama mereka di atas negaranya ketika itu sesuai dengan mereka.

Saroj menyebut banyak di antara mereka menuntut untuk diatur hukum syariah yang bertentangan dengan hukum negara dengan hukum perdata umum. Bagi banyak orang Muslim, kesetiaan pada agama mereka ada di hadapan bangsa. 

 

Di AS, selama berabad-abad orang kulit hitam dipaksa menjadi budak oleh orang kulit putih dan menolak hak-hak dasar mereka. Mereka menjalani hidup di bawah kekuasaan tuan putih mereka. 

Dalam kasus ini, Saroj membandingkannya dengan di India yang menurutnya tidak pernah terjadi hal demikian di negaranya. Saroj malah menyebut bahwa mayoritas Hindu yang tertindas selama pemerintahan Mughal dan mendapati bagian dari hak-hak mereka diinjak-injak selama berabad-abad.

Ketika AS menjadi negara merdeka pada 1776, ada perpaduan negara-negara yang berbeda di mana ketika India merdeka pada 1947. Kala itu,  negara dibagi menjadi dua, yakni Muslim yang dominan di Pakistan dan Hindu yang dominan di India.

Menurut Saroj, orang-orang Muslim yang ingin tinggal di tanah leluhur mereka disambut oleh negara India yang baru. Dia mengklaim, mereka tumbuh dalam jumlah yang bertentangan dengan kepunahan umat Hindu di Pakistan.

Selain itu, Saroj mengatakan bahwa orang kulit hitam di AS tidak memiliki dukungan politik, keuangan, atau bahkan moral dari negara-negara kulit hitam lainnya di seluruh dunia. Hal ini karena warga negara kulit hitam di AS tidak hanya percaya pada negara mereka, tetapi juga tidak ingin ada gangguan dari luar di negara mereka.  

Akan tetapi, Saroj menyebut bahwa Muslim India telah mencari dan mendapat dukungan politik, keuangan, dan moral dari banyak negara Islam di seluruh dunia. Banyak di antara mereka secara terbuka meminta campur tangan asing karena mereka ingin Muslim India menjadi bagian dari persaudaraan Islam di seluruh dunia yang percaya pada penyebaran Islam. "Jika ini merugikan negara mereka, India, itu sepertinya tidak mengganggu mereka," ujarnya.

Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India. - (Rajat Gupta/EPA EFE)

Lebih lanjut, Saroj membandingkan orang kulit hitam di AS dengan Muslim di wilayah Jammu & Kashmir di India. Ia menyebut ada pembersihan etnis dengan memaksa orang Hindu keluar dari wilayah Jammu dan Kashmir yang dominan Muslim pada 1990-1991.  

Selain itu, Saroj mengatakan bahwa AS memiliki undang-undang lama puluhan tahun yang memberikan hak kewarganegaraan istimewa hanya kepada orang-orang Yahudi. Tidak ada penentangan terhadap RUU tersebut sejak awal.

Ia lantas membandingkannya dengan di India ketika pemerintah mengesahkan RUU Amendemen Kewarganegaraan yang memberikan hak-hak seperti itu kepada orang-orang Hindu, Sikh, dan beberapa lainnya kecuali Islam yang telah dianiaya secara agama di negara-negara tetangga. Dia menyebut ada protes yang tidak beralasan dari umat Islam yang mengguncang negara.

AS membanggakan enam Presiden sejak 1776 yang mengaku memiliki hubungan dengan leluhur kulit hitam. Namun, hanya ada satu Presiden Afrika-Amerika dalam sejarahnya. Di sisi lain, India telah memiliki sebanyak empat Presiden Muslim hanya dalam 72 tahun kemerdekaan terpisah dari tiga Wakil Presiden. 

Saroj menambahkan, India telah menyaksikan kerusuhan komunal secara teratur setelah kemerdekaan. Tetapi ada perbedaan mendasar antara kerusuhan dan rasisme semacam itu. 

Menurutnya, apa yang terjadi di Minneapolis adalah tindakan rasisme. Rasisme sendiri adalah tentang satu kelompok yang menganggap dirinya lebih unggul dari yang lain. 

Sehingga, dia merasa memiliki hak untuk memperlakukan orang lain sebagai makhluk yang lebih rendah. Mereka yang superior membenarkan tindakan kekerasan mereka sebagai bagian dari hak mereka untuk mendominasi.

Sementara itu, Saroj berpendapat bahwa kerusuhan komunal, di sisi lain, adalah tindakan kekerasan fisik antara dua kelompok yang sama-sama ditempatkan karena tidak ada yang lebih baik daripada superioritas atau inferioritas di antara mereka. Menurutnya, ada saat-saat di mana beberapa ekses mungkin telah diabadikan pada umat Islam oleh pihak berwenang.

 

"Tetapi kemudian dapatkah seseorang menyangkal bahwa umat Hindu tidak pernah menderita ekses seperti itu di tangan otoritas yang sama? Muslim India dan orang kulit hitam Amerika Serikat tidak dapat dibandingkan meskipun keduanya milik keluarga yang sama yang disebut manusia," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler