Saran KH Didin Hafidhudin Soal New Normal Pesantren

New normal pesantren disarankan setelah wabah corona lenyap.

ROL
Saran KH Didin Hafidhudin Soal New Normal Pesantren. Foto: Ustaz Didin Hafidhudin
Rep: Umar Mukhtar Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Prof Dr Didin Hafidhuddin menyarankan agar penerapan skenario new normal di pesantren dilakukan saat wabah Covid-19 sudah hilang sama sekali. Pasalnya, interaksi tinggi sesama santri sangat rawan terhadap penularan virus.

Saran tersebut merupakan salah satu dari beberapa rekomendasi BKsPPI terkait skenario new normal di pesantren. Rekomendasi kedua, new normal di pesantren sebaiknya dilakukan atas dasar upaya penyelamatan jiwa santri dan guru, bukan karena kepentingan ekonomi semata.

"New normal di lembaga pendidikan itu menyangkut keselamatan generasi bangsa ini. Karena itu, jika salah langkah maka bisa menjadi fatal akibatnya. Karena itu, ada beberapa masukan kebijakan new normal untuk lembaga pendidikan, terutama pesantren," kata Didin melalui keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (8/6).

Ketiga, dia melanjutkan, new normal di pesantren sebaiknya diikuti penyediaan fasilitas kesehatan oleh negara yang lengkap dan profesional. Pasalnya, jumlah santri yang banyak akan membutuhkan fasilitas yang banyak pula. Keempat, new normal pesantren sebaiknya bukan karena pertimbangan spekulasi, melainkan harus didasarkan berbagai pendekatan saintifik, medis, sosiologis, dan spiritual.

Menurut Didin, kegagalan new normal sekolah di Korea Selatan hendaknya menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Rekomendasi kelima, new normal pesantren setelah pandemi berakhir harus didukung protokol hidup sehat Islami yang terkonsep dengan baik dan aplikatif berbasis sosiologi pesantren.

Keenam, new normal di tengah pandemi juga bisa dimaknai belajar di rumah berbasis daring. Karena itu, pesantren bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag) hendaknya menerbitkan model pendidikan Islam di rumah, baik daring oleh guru maupun langsung oleh orang tua.

Ketujuh, berdasarkan penilaian para ilmuwan, new normal di tengah perkembangan pandemi yang masih ekponensial berarti masih prematur dan kemungkinan berdampak buruk. Karena itulah, Kemenag jangan terburu-buru menerapkan new normal di pesantren jika pandemi masih berlangsung.

Kedelapan, protokol new normal berbasis pesantren seperti jaga jarak fisik saat belajar dan pola hidup sehat tidaklah mudah dipraktikkan begitu saja di pesantren. Bagaimanapun, pesantren memiliki pola interaksi khas yang telah menjadi tradisi. Namun, saat pandemi Covid-19 masih berlangsung, protokol Covid-19 di pesantren bukan berarti bisa terhindar dari penularan virus.

Kesembilan, new normal pesantren, dengan kondisi santri kembali datang dari berbagai daerah di Indonesia, sangat rawan menjadikan pesantren sebagai klaster baru penyebaran corona. Apalagi, orang yang terpapar corona bahkan tidak memiliki gejala khusus.

Karena itu, dalam rekomendasi terakhirnya, BKsPPI menilai new normal di pesantren hanya bisa dilakukan jika pendemi corona sudah hilang dari wilayah Indonesia. "Lebih banyak menyelamatkan nyawa santri meski waktunya lama daripada terburu-buru, namun berakibat fatal atas hilangnya nyawa para santri," kata Didin.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler