PSBB Surabaya Raya Turunkan Tingkat Penularan Covid-19
Penerapan protokol kesehatan harus terus ditingkatkan di berbagai sektor
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap III Surabaya Raya yang meliputi Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo berakhir pada Senin (8/6). Sekretaris Daerah Provinso Jatim Heru Tjahjono mengungkapkan, ketiga daerah yang bersangkutan mengajukan PSBB Surabaya Raya cukup sampai dengan jilid 3 dan tidak diperpanjang untuk keempat kalinya.
Heru meminta ketiga daerah dalam pengambilan keputusan masa transisi pasca PSBB tetap mempertimbangkan kajian epidemiologi maupun kajian sosiologi. Menurutnya, kajian-kajian tersebut harus menjadi pertimbangan utama dan bisa mendasari Perbup/ Perwali terkait masa transisi pasca PSBB.
“Jadi kajian yang sifatnya secara epidemiologi maupun sosiologi seperti yang sudah disampaikan oleh dr. Windhu (ketua Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair) harus menjadi pertimbangan,” kata Heru di Surabaya, Senin (8/6).
Perwakilan Tim Advokasi PSBB dan Survailans FKM Unair dr. Windhu Purnomo menjelaskan, pihaknya telah melakukan kajian terkait PSBB Surabaya Raya. Berdasarkan data per 30 Mei 2020, tercatat PSBB Surabaya Raya berhasil menurunkan tingkat penularan atau rate of transmission (RT) dari 1,7 menjadi 1,1.
Artinya, walaupun dalam pengamatan masih tercatat naik-turun, namun secara optimistis tercatat menurun dari awal penerapan PSBB. Windhu memprediksi, jumlah kumulatif penularan Covid-19 setelah PSBB Surabaya Raya tahap III masih akan meningkat, tetapi ada harapan akan melandai di hari-hari berikutnya.
“Jika dilihat dari RT-nya, Surabaya Raya kecenderungannya turun. Walau masih naik turun, namun optimistik menurun,” kata Windhu Purnomo.
Sedangkan, dari sisi kajian sosial dan perilaku masyarakat, lanjut Windhu, berdasarkan pantauan dari google mobility, kepatuhan masyarakat untuk anjuran ‘stay at home’ secara umum di Surabaya Raya tercatat membaik. Utamanya di Kota Surabaya. Meski demikian, pada beberapa tempat masih ditemui banyak lokasi yang tidak memenuhi protokol kesehatan.
Berdasarkan survei, tercatat 88,2 persen orang yang nongkrong di warung dan kafe masih tidak memakai masker dan 89,3 persennya tidak menerapkan physical distancing. Selain itu, 78,8 persen orang di kegiatan sosial budaya juga belum menggunakan masker dan 82 persennya tidak menerapkan physical distancing.
Menurutnya, berdasarkan data ini, penerapan protokol kesehatan harus terus ditingkatkan di berbagai sektor. Mengacu hasil tersebut, ketiga wilayah dalam perancangan Perbup dan Perwali menuju masa transisi pasca PSBB diharapkan bisa menambahkan aturan tentang kewajiban pemakaian masker maupun physical distancing.
"Penegakan aturan terkait penerapan protokol kesehatan ini tak lain demi peningkatan ketertiban masyarakat sebelum menuju New Normal Life yang ditetapkan oleh pemerintah pusat," kata Windhu.