Tapera Perlu Beri Ruang Besar untuk Bank Syariah
Minat pembiayaan pemilikan rumah syariah makin tinggi setiap tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) skema syariah akan meningkatkan portofolio industri perbankan syariah. Pengamat Ekonomi Syariah, Azis Setiawan menyampaikan, industri ini perlu diberi ruang besar untuk mengelola dana Tapera.
"Kita mendukung program Tapera yang akan melibatkan perbankan syariah yang juga telah memiliki produk KPR Syariah," katanya kepada Republika.co.id, Senin (8/6).
Azis menyampaikan, masyarakat harus diberikan pilihan untuk bisa secara leluasa memilih bank syariah dan KPR syariah. Hal ini sesuai dengan tren kalangan menengah dan milenial yang semakin memahami agama sehingga memiliki preferensi tinggi untuk memilih KPR Syariah.
Minat mereka untuk mengambil pembiayaan pemilikan rumah (KPR) syariah makin besar tiap tahun. Hal ini didukung data bahwa pertumbuhan KPR syariah secara umum masih lebih tinggi dibandingkan dengan KPR konvensional.
Berdasarkan data OJK, pembiayaan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) tahun 2019 untuk pemilikan rumah tinggal tumbuh sekita 14 persen secara tahunan (yoy). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan KPR Konvensional atau secara industri yang sebesar 10 persen.
Selain dari sisi religius, KPR Syariah juga punya keunggulan, terutama terkait dengan struktur kontrak atau akadnya. KPR Syariah diyakini memiliki mekanisme kepemilikan rumah yang membawa banyak kebaikan dan keberkahan.
"Keyakinan spiritual untuk meraih ketenangan, keberkahan dan banyak kebaikan dengan memilih hunian dengan skema syariah membuat KPR Syariah lebih dipilih," katanya.
Azis menjelaskan, perbedaan paling mendasar dari KPR Syariah dibanding KPR Konvensional adalah pada akad atau mekanisme kontrak. KPR Syariah terikat dengan prinsip-prinsip seperti adanya pelarangan bunga atau interest.
KPR Syariah menggunakan sejumlah akad seperti akad murabahah, akad musyarakah mutanaqishah (MMQ), dan akad ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT). Jadi akadnya bisa jual-beli, sewa, atau partnership yang dibolehkan oleh syariah.
Perbedaan lainnya juga terkait dengan denda. Perbedaan pengenaan denda pada KPR Konvensional dengan KPR Syariah yang paling menonjol adalah sifat transparansi dan peruntukannya.
"Pada KPR Syariah besarnya denda diberitahu oleh pihak bank dari sejak awal, sedangkan pada KPR Konvensional baru diberitahu setelah transaksi terjadi," katanya.
Denda pada KPR Konvensional biasanya ditentukan berdasarkan suku bunga tertentu dan menjadi pendapatan bank konvensional. Sedangkan pada KPR Syariah denda yang dikenakan tidak berbasis suku bunga, dan tidak menjadi pendapatan bank syariah.