Australia Tuduh China dan Rusia Sebarkan Disinformasi
Menlu Australia tuduh China dan Rusia menyebarkan disinformasi melalui internet
REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Marise Payne mengatakan China dan Rusia menggunakan kecemasan pandemi virus corona untuk menggerogoti demokrasi di negara-negara Barat. Caranya dengan menyebarkan disinformasi melalui internet.
Berdasarkan teks pidato yang akan disampaikan di Australian National University, Payne menambahkan disinformasi itu berkontribusi pada 'perpecahan dan iklim ketakutan' tepat ketika dunia membutuhkan kerja sama dan sikap saling memahami. "Yang memprihatinkan kami melihat disinformasi seputar pandemi virus corona dan seputar tekanan sosial yang diperburuk pandemi ditonjolkan dan dipromosikan," kata Payne, Rabu (17/6).
Menlu Negeri Kanguru itu menyinggung laporan Uni Eropa yang dirilis pekan lalu. Dalam laporan itu disebutkan 'aktor-aktor asing dan negara ketiga, terutama Rusia dan China' membanjiri Eropa dengan 'kampanye disinformasi dan operasi memengaruhi yang ditargetkan'.
"Cukup mengganggu beberapa negara menggunakan pandemi untuk menekan demokrasi liberal untuk mempromosikan model-model otoritarian mereka sendiri," tambah Payne.
Laporan Uni Eropa itu mengatakan informasi salah yang disebarkan cukup berbahaya. Antara lain seperti meminum pemutih pakaian dapat mengobati Covid-19 dan mencuci tangan tidak membantu menahan penyebaran virus. Pada pekan lalu Payne membantah disinformasi China yang meminta warganya tidak mengunjungi Australia karena rasialisme.
China juga menerapkan tarif impor produk jelai dan melarang ekspor daging sapi dari pabrik pengolahan daging terbesar Negeri Kanguru. Langkah itu dilakukan setelah Australia mendorong adanya penyelidikan independen asal-usul virus corona.
Sejumlah pihak berpendapat keputusan China untuk menghukum mati warga negara Australia Karm Gillespie atas penyelundupan narkoba setelah tujuh tahun dipenjara juga sebagai balasan Beijing atas upaya Australia mendorong adanya penyelidikan tersebut.
Bulan lalu Australia mendapat pembenaran atas tindakan mereka setelah sebagian besar negara anggota Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) menyetujui adanya penyelidikan independen tentang bagaimana dunia merespons pandemi virus corona. Evaluasi berhenti pada isu-isu penting seperti asal-usul virus yang pertama kali merebak di China tahun lalu.
Payne menyadari ada beberapa pihak yang berpendapat Australia harus mengumpulkan sekutu kuat lebih dulu sebelum akhirnya menuntut transparansi China. "Ada orang-orang yang mengatakan dengan berbicara, dengan menuntut peninjauan, kami membuat diri kami sebagai target dan membuat diri kami sendiri mengeluarkan biaya yang tidak perlu," kata Payne.
Orang-orang seperti itu, kata Payne, berpendapat akan ada negara lain yang memiliki kekuatan dan ukuran yang lebih setara untuk menuntut pertanggungjawaban China. Payne mengatakan ada waktunya untuk melakukan diplomasi diam-diam di belakang layar.
"Tapi juga ada waktunya untuk menyuarakan keprihatinan kami dan membujuk pihak lain untuk segera melakukan tindakan yang dibutuhkan," tambahnya.