Netanyahu Main Curang, Gencatan Senjata Terancam
Netanyahu tiba-tiba menunda pembebasan 600 warga Palestina yang ditahan.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara mendadak menunda pembebasan sekitar 600 tahanan Palestina setelah kelompok Hamas membebaskan enam sandera. Pelanggaran gencatan senjata ini disebut permainan curang Netanyahu untuk memulai kembali perang.
Hamas menuduh Netanyahu menyabotase perjanjian gencatan senjata di Gaza, dan mengatakan bahwa pemerintah Israel tidak terlibat dalam negosiasi tahap kedua dari perjanjian yang akan berakhir pada 1 Maret. Rincian perjanjian tahap kedua dan ketiga, meskipun pada prinsipnya disepakati, seharusnya dinegosiasikan selama enam minggu tahap pertama.
Kesepakatannya mencakup pembebasan tawanan Israel sebagai imbalan atas tahanan Palestina, penarikan sebagian pasukan Israel dari Gaza, dan pengiriman bantuan ke daerah yang hancur akibat pemboman Israel tanpa henti selama 15 bulan. Sesuai kesepakatan, yang dimulai pada 19 Januari, tahap kedua, jika selesai, akan mencakup pembebasan semua tawanan Israel dan gencatan senjata permanen.
“Kami percaya bahwa sekali lagi, ini adalah permainan kotor dari pemerintah sayap kanan untuk menyabotase dan merusak kesepakatan dan mengirimkan pesan kesediaan untuk kembali berperang,” ujar Basem Naim, anggota senior biro politik Hamas, kepada Aljazirah semalam.
Dia mengatakan bahwa kelompok Palestina yang memerintah Gaza tetap berkomitmen terhadap perjanjian tersebut, dan telah mematuhi kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut.
Dia menuduh Israel terus melanggar ketentuan perjanjian. “Lebih dari 100 warga Palestina telah terbunuh pada tahap pertama, sebagian besar bantuan kemanusiaan yang disepakati tidak diizinkan masuk ke Gaza, dan penarikan dari Koridor Netzarim [zona militer yang membagi Gaza menjadi utara dan selatan] ditunda,” kata Naim.
Awal bulan ini, para pejabat Israel mengkonfirmasi kepada The New York Times bahwa klaim Hamas soal pelanggaran Israel terhadap perjanjian tersebut adalah akurat. Namun pemerintah Israel secara resmi membantahnya.
Sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata, Israel telah setuju untuk mengizinkan 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda masuk ke Gaza, namun persyaratan tersebut belum dipenuhi. Lebih dari 90 persen dari 2,4 juta warga Palestina di Gaza telah mengungsi dan sebagian besar wilayah kantong tersebut telah berubah menjadi puing-puing.
Israel telah membunuh lebih dari 48.319 warga Palestina sejak melancarkan serangannya pada 7 Oktober 2023. Kantor Media Pemerintah di Gaza mengatakan lebih dari 13.000 orang yang hilang di bawah reruntuhan diperkirakan syahid. Setidaknya 1.139 orang tewas dan sekitar 240 orang ditawan dalam serangan pejuang Palestina pada 7 Oktober 2023.
Kantor Netanyahu semalam mengeluarkan pernyataan tiba-tiba setelah semua sandera yang dijanjikan Hamas untuk dibebaskan tiba di Israel. “Mengingat pelanggaran berulang yang dilakukan Hamas – termasuk ritual yang mempermalukan martabat tahanan kami dan penggunaan politik sinis untuk propaganda – diputuskan untuk menunda pembebasan tahanan yang dijadwalkan kemarin sampai pembebasan tahanan berikutnya dijamin, dan tanpa ritual penghinaan,” bunyi pernyataan tersebut.
Pada menit-menit menjelang pembebasan tahanan Palestina, Netanyahu diketahui mengadakan dua pertemuan terpisah, satu dengan para kepala aparat keamanannya,. Mereka merekomendasikan agar pembebasan tahanan dan tahanan Palestina dilanjutkan.
Kemudian, Netanyahu bertemu dengan kabinetnya, termasuk Menteri Keuangan sayap kanan Bezalel Smotrich, yang menyerukan kembalinya perang dan menolak untuk melanjutkan ke tahap kedua perjanjian tersebut. Setelah menyelesaikan pertemuan itu, Netanyahu membatalkan rekomendasi keamanan dan memutuskan untuk menghentikan pembebasan tersebut.
Keluarga para tahanan Palestina yang diperkirakan akan dibebaskan kemarin sudah mulai meninggalkan tempat tersebut, benar-benar frustasi, patah hati dan diliputi ketidakpastian seiring dengan kepergian anggota Komite Palang Merah Internasional setelah pernyataan yang dibuat oleh Kantor Perdana Menteri Israel.
Hal ini dipandang secara luas sebagai langkah yang tidak dapat diterima oleh pihak Israel, yang akan menunda pembebasan lebih dari 600 tahanan Palestina yang saat ini masih berada di penjara-penjara Israel, dan mungkin menerima perlakuan yang sangat kasar dari otoritas penjara Israel.
Warga Palestina percaya bahwa saat ini, ketahanan gencatan senjata telah benar-benar di ujung tanduk. Hari-hari mendatang akan sangat penting jika mediator regional tidak melakukan intervensi dan mencoba mendorong kedua belah pihak, terutama Israel, untuk berkomitmen terhadap ketentuan perjanjian. Utamanya untuk membebaskan tahanan Palestina dan untuk memastikan bahwa seluruh wilayah bergerak dan mendorong gencatan senjata tahap kedua, yang telah ditunggu-tunggu oleh sebagian besar penduduk Gaza.
Lebih dari 600 keluarga Palestina yang telah menunggu berjam-jam dalam cuaca dingin kini tahu bahwa mereka tidak akan bisa bersatu dengan orang yang mereka cintai. Hal ini merupakan kemunduran besar bagi para mediator yang telah berusaha selama berminggu-minggu untuk menjaga gencatan senjata agar tidak memburuk. Pernyataan dari kantor Netanyahu berbicara tentang jaminan pembebasan tawanan Israel berikutnya. Yang tersisa untuk fase pertama adalah empat jenazah.
Aljazirah mendapat laporan dari Bulan Sabit Merah Palestina bahwa kru yang telah menunggu untuk mengangkut seorang tahanan Palestina yang terluka parah dari sebuah rumah sakit di Yerusalem ke rumah sakit Palestina di Betlehem telah diperintahkan untuk pergi. Sementara semua kendaraan militer ini telah ditarik sepenuhnya dari penjara Ofer dan kembali ke pangkalan mereka.
Stephen Zunes, direktur Studi Timur Tengah di Universitas San Francisco, mengatakan keputusan Netanyahu untuk menghentikan pembebasan tahanan Palestina “sangat meresahkan”. “Ini jelas merupakan pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata, bersamaan dengan penolakan Israel untuk mengizinkan pasokan bantuan, tenda, rumah mobil, peralatan medis, dan bantuan lain yang merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata,” katanya kepada Aljazirah.
“Hal yang meresahkan adalah kita tahu bahwa AS tidak akan memaksa Israel untuk melakukan tawar-menawar tersebut,” katanya. Namun “tanpa tekanan apa pun dari AS, Israel tidak memiliki banyak motivasi untuk menyelesaikan kesepakatan mereka”.
Keputusan Netanyahu “benar-benar telah merusak kepercayaan, apapun kepercayaan yang ada saat ini”, tambah Zunes. “Jika Israel tidak menepati janjinya, bagaimana kita bisa tahu bahwa Israel juga akan menepati janji-janji lain di tahap akhir gencatan senjata?”