PPOK & Kelebihan Berat Badan Perbesar Risiko Kena Covid-19

Pengidap PPOK yang kelebihan berat badan lebih berisiko kena Covid-19.

Antara
Pria yang kelebihan berat badan (Ilustrasi). Pengidap PPOK yang kelebihan berat badan lebih berisiko kena Covid-19.
Rep: Farah Noersativa Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak ahli dan ilmuwan menyimpulkan, komorbiditas atau penyakit penyerta tertentu membuat orang lebih mungkin terinfeksi Covid-19. Bahkan, mereka bisa menderita gejala yang lebih parah.

Dilansir laman Health 24, Kamis (18/6), menurut penelitian baru dari University of Manchester, kelebihan berat badan dapat memperbesar risiko tertular Covid-19. Pada temuan ini, para peneliti memeriksa jaringan paru dari 37 pasien Covid-19.

Reseptor yang disebut ACE2, yang membuat lebih mudah untuk SARS-CoV-2 untuk melekat pada sel, ditemukan lebih umum pada pasien kelebihan berat badan dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Penyakit paru kronis ini ditandai dengan obstruksi aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.

Semakin banyak ACE2 yang ditemukan di paru dan jaringan lain, semakin besar peluang SARS-CoV-2 memasuki tubuh dan menyebabkan Covid-19.

“Banyak pasien PPOK sering menderita infeksi virus, sehingga mereka juga memiliki risiko tinggi terkena Covid-19. Temuan kami menunjukkan bahwa risiko lebih meningkat pada pasien PPOK yang juga kelebihan berat badan,” ujar penulis senior studi ini, Profesor Dave Singh.

Sementara itu, penulis utama penelitian, Dr Andrew Higham mengatakan pasien PPOK yang kelebihan berat badan memiliki lebih banyak reseptor atau titik masuk yang diperlukan virus corona untuk menginfeksi paru mereka. Hal ini berarti pasien-pasien tersebut mungkin memiliki risiko lebih besar terkena Covid-19 karena meningkatnya peluang infeksi.

Menurut penulis penelitian, studi yang dipublikasikan dalam jurnal Obesity ini penting, mengingat ada hampir 329 juta orang yang terkena PPOK di seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menempatkan PPOK sebagai penyebab kematian terbanyak keempat karena penyakit tidak menular di dunia.

Menurut South African Medical Journal, ada data terbatas tentang prevalensi yang tepat di Afrika Selatan. Tetapi, data dari Cape Town dibandingkan dengan negara lain menunjukkan bahwa prevalensi di Cape Town saja sudah tinggi, yang menambah masalah saat ini tingginya jumlah kasus Covid-19 di Cape Town.

Studi lain yang diterbitkan dalam jurnal PLOS ONE pada Mei 2020 juga meneliti prevalensi, keparahan, dan kematian pada pasien Covid-19 yang menderita COPD yang juga merokok. Dalam penelitian ini, prevalensi COPD pada kasus Covid-19 yang dilaporkan rendah, tetapi infeksi langsung lebih parah dan mematikan pada mereka yang menderita COPD, terutama pada mereka yang merupakan perokok aktif.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler