Korsel dan AS Minta Korut Patuhi Perjanjian Denuklirisasi
Para pakar menilai Korut mencoba menekan Seoul dan Washington.
REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) meminta Korea Utara (Korut) mematuhi perjanjian perlucutan senjata yang sudah disepakati dalam perundingan sebelumnya. Kedua negara mengatakan, akan terus mendorong langkah diplomatik agar Korut mematuhi denuklirisasi.
Hal ini disampaikan dalam pernyataan bersama Menteri Pertahanan Korsel Jeong Kyeong-doo dan Menteri Pertahanan AS Mark Esper satu hari setelah Korut mengumumkan akan menangguhkan langkah-langkah perjanjian yang bertujuan mengurangi ketegangan pada 2018.
Pengumuman ini dapat meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea. Pernyataan gabungan dua menteri pertahanan tersebut menandai 70 tahun persekutuan AS dan Korsel yang dimulai saat Perang Korea.
"(Kedua negara) tetap teguh berkomitmen untuk mempertahankan perdamaian yang susah payah di raih di Semenanjung Korea, termasuk untuk mendukung upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk menyelesaikan denuklirisasi Republik Demokratik Rakyat Korea (Korut)," kata Jeong dan Esper dalam pernyataan tersebut, Kamis (25/6).
Jeong dan Esper juga meminta Korut untuk 'menjaga komitmen yang selaras dengan' hasil pertemuan AS-Korut pada Juni 2019 di Singapura dan pertemuan antar-Korea pada September 2018. Usai pertemuan di Singapura, Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un merilis pernyataan bersama.
"Berkomitmen untuk bekerja menyelesaikan denuklirisasi Semenanjung Korea," kata Trump dan Kim dalam pernyataan tersebut.
Namun mereka tidak menyebutkan bagaimana dan kapan langkah-langkah pelucutan senjata dilakukan. Sebelumnya Korut menggunakan bahasa yang sama ketika meminta AS menarik 28.500 pasukannya dari Korsel dan menghentikan latihan militer bersama sebagai salah satu syarat denuklirisasi.
Dua pertemuan Trump dan Kim lainnya hanya menunjukan sedikit kemajuan. Korut mengatakan tidak akan melakukan pelucutan senjata hingga AS mencabut semua sanksi-sanksi ekonomi dan menjamin keamanan mereka.
Beberapa pekan terakhir Korut memprovokasi Korsel dengan memotong semua saluran komunikasi dua negara, meledakkan kantor penghubung yang terletak di wilayah Korsel, dan mengancam akan mundur dari kesepakatan 2018. Para pakar menilai Korut mencoba menekan Seoul dan Washington karena diplomasi nuklir mengalami kebuntuan.