Kreuz, 'Brompton' Asal Bandung yang Lebih Ramah di Kantong
Sepeda lipat Kreuz mengadaptasi Brompton agar makin cocok untuk jalanan Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Olahraga bersepeda semakin digandrungi di kalangan milenial dan masyarakat perkotaan. Tiap akhir pekan di Kota Bandung, banyak warga yang bersepeda di pusat kota maupun menuju lokasi objek wisata. Salah satu sepeda yang kini tengah diminati, yaitu sepeda lipat.
Bahkan beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan sepeda lipat produksi Inggris, Brompton, yang dijual dengan harga puluhan juta. Berbekal animo masyarakat, Yudi Yudiantara (50) dan rekannya Jujun berinisiatif membuat sepeda lipat yang mirip Brompton, yakni Kreuz yang dijual dengan harga yang lebih terjangkau di angka Rp 7 juta - Rp 8 juta per unit.
Nama Kreuz diambil dari bahasa Jerman yang berarti melintas. Di bahasa Sunda, Kreuz mengacu kepada kata "kareueus" yang artinya kebanggaan. Arti kata Kreuz lainnya ialah singkatan "kreasi orang Sunda".
Yudi bercerita memiliki hobi bersepeda sejak lama kemudian pada empat tahun terakhir berjualan tas sepeda dengan merk Kreuz asal Jerman. Pertengahan 2019, ia melihat masyarakat Indonesia memiliki animo tinggi bersepeda menggunakan sepeda lipat Brompton.
Bersama Jujun, Yudi pun berinisiatif membuat produk sepeda lipat. Sekitar akhir 2019, mereka mulai membuat pola, gambar dan dummy hingga menjadi sebuah purwarupa. Mereka memodifikasi Brompton agar sesuai dengan jalan Indonesia yang banyak tidak rata.
"Sepintas sama (dengan Brompton) tapi beda. Prototipe kita tes ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, di sana ada komunitas yang bertanya (penasaran) kok bisa buat (sepeda lipat)," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (24/6).
Perlahan, Yudi mengaku mulai memproduksi sepeda 8 unit set pada akhir Februari. Semuanya sudah terdistribusikan. Pada Maret, ia merakit 10 sepeda.
Menurut Yudi, satu unit sepeda bisa diselesaikan selama dua bulan.Prosesnya agak lama karena pengerjaannya secara handmade.
Yudi mengatakan, saat ini pihaknya sudah mendapatkan pesanan total 200 unit sepeda yang akan dikerjakan hingga 2021 mendatang. Dalam satu bulan, pihaknya membatasi pemesanan hanya 10 hingga 11 unit sepeda.
"Pekerjaan perlu ketelitian dan handmade juga," ujar pria yang berlatar belakang keahlian di bidang teknik.
Sejak memulai membuat sepeda lipat, Yudi mengaku jumlah personel yang ada dari dua orang kini menjadi enam orang disesuaikan dengan kebutuhan. Menurutnya, mereka yang terlibat pengerjaan sepeda Kreuz harus memiliki kemampuan dan ketekunan. Ia mengatakan para pekerja yang membuat sepeda Kreuz keluaran dari SMK.
"Alhamdulillah yang kerja di sini basic anak SMK, mereka punya kebanggaan produk mereka diapresiasi masyarakat," katanya.
Menurut Yudi, variasi harga sepeda lipat Kreuz tergantung pada bagian-bagian sepeda yang akan digunakan. Pihaknya menyasar masyarakat menengah sehingga harga jual lebih yang terjangkau dan bisa dinikmati semua orang.
"Kalau Brompton kalangan atas, kalau kami kalangan menengah bawah, bisa dinikmati semua. Malah banyak yang punya Brompton banyak beli ke sini (karena) punya rasa bangga," ungkapnya.
Yudi mengaku membuat sepeda Kreuz bukan untuk menyaingi produk lainnya. Namun, ia ingin membuktikan mampu memproduksi sepeda meski skala rumahan.
"Orang mampu kalau diberi kesempatan," katanya.
Sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sempat kesulitan mencari bahan-bahan untuk sepeda. Ia pun akhirnya mencari industri rumahan untuk mencari bahan yang dibutuhkan. Menurutnya, 70 persen bahan sepeda lipat bisa diperoleh dengan mudah di Bandung.
"Banyak banget industri UMKM, vendor yang diilibatkan bukan pabrik besar," jelasnya.