Kisah Nabi Sulaiman dan Alasan Pentingnya Ucapan Insya Allah
Ucapan insya Allah sangat dianjurkan diucapkan setiap Muslim atas perkara.
REPUBLIKA.CO.ID, قالَ سُلَيْمانُ بنُ داوُدَ نَبِيُّ اللهِ: لأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ علَى سَبْعِينَ امْرَأَةً، كُلُّهُنَّ تَأْتي بغُلامٍ يُقاتِلُ في سَبيلِ اللهِ، فقالَ له صاحِبُهُ، أوِ المَلَكُ، : قُلْ: إنْ شاءَ اللَّهُ، فَلَمْ يَقُلْ ونَسِيَ، فَلَمْ تَأْتِ واحِدَةٌ مِن نِسائِهِ إلَّا واحِدَةٌ جاءَتْ بشِقِّ غُلامٍ، فقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ولو قالَ: إنْ شاءَ اللَّهُ، لَمْ يَحْنَثْ، وكانَ دَرَكًا له في حاجَتِهِ.
Rasulullah SAW bersabda, ''Berkata Sulaiman bin Daud as: Malam ini aku akan berkeliling mengunjungi 70 perempuan, tiap perempuan kelak akan melahirkan seorang anak yang kelak akan berperang di jalan Allah.'' Sulaiman ditegur malaikat, ''Katakanlah Insya Allah.'' Sulaiman tanpa mengucapkan insya Allah mengunjungi 70 perempuan itu dan ternyata tidak seorang pun di antara wanita-wanita itu yang melahirkan anak, kecuali seorang wanita yang melahirkan seorang setengah manusia. Demi Allah yang nyawaku ada di Tangan-Nya, seandainya Sulaiman mengucapkan kata insya Allah niscaya ia tidak gagal dan akan tercapai hajatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ada satu kata kunci dalam hadits ini, yaitu kata insya Allah yang bermakna jika Allah berkenan atau jika Allah mengizinkan. Masa depan sepenuhnya ada dalam kekuasaan Allah. Manusia tidak berkuasa menentukan apa yang akan terjadi pada masa tersebut. Karena alasan itu setiap kita dianjurkan untuk mengucapkan insya Allah ketika akan melakukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depan, termasuk dalam berjanji.
Janji termasuk hal gaib karena berdimensi waktu yang akan datang. Segala sesuatu yang berkaitan dengan hal gaib hanya diketahui oleh Allah saja. Kita tidak tahu rencana Allah terhadap diri kita dan terhadap janji yang kita ucapkan. Jadi, ungkapan insya Allah dimaksudkan agar keinginan kita dengan kehendak Allah menyatu.
Ungkapan insya Allah mengandung azam atau kekuatan niat untuk melakukan suatu pekerjaan. Sebagai contoh, ''Insya Allah nanti malam saya akan datang.'' Kalimat di atas adalah janji yang harus ditepati si pengucap. Disertakannya ungkapan insya Allah menunjuk adanya sikap tawakal kepada Allah sebagai bentuk kesadaran bahwa Allah-lah yang berhak menentukan terjadinya sesuatu.
Kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi dikemudian hari, apakah baik atau buruk. Rasulullah SAW dalam hadis di atas menunjukkan kekhilafan Nabi Sulaiman yang terlalu percaya diri dalam bertindak tanpa lebih dulu menyandarkannya kepada Allah SWT dengan ucapan insya Allah.
Kita dianjurkan untuk menyertakan ungkapan insya Allah ketika mengucapkan sebuah janji. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
''Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu. Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi. Kecuali (dengan menyebut) insya Allah. Dan ingatlah kepada Tuhan-mu jika kamu lupa dan katakanlah mudah-mudahan Tuhan-ku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada itu.'' (QS Al-Kahfi: 23-24).
Ayat ini turun sebagai sebuah teguran kepada Rasulullah SAW ketika beliau berjanji (tanpa disertai ucapan insya Allah) kepada orang Quraisy yang menanyakan masalah ruh, kisah Ashabul Kahfi dan Dzulkarnain.
Sekarang, ungkapan insya Allah tengah mengalami pengkorupsian makna. Ia tidak lagi dijadikan sarana untuk menyempurnakan janji dan penyerahan diri kepada Allah. Ucapan insya Allah kerap dijadikan alasan untuk tidak menepati janji. Semua ini terjadi karena kurang pahamnya sebagian orang terhadap makna dan hakikat kata insya Allah.
Karena itu kita harus berusaha mengembalikan makna insya Allah kepada hakikat sebenarnya yaitu penyerahan diri kepada Allah dan menyempurnakan janji agar kita terhindar dari sifat munafik. Sebagaimana dikatakan Nabi Ismail kepada ayahandanya:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ''Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.'' (QS Ash-Shaffat: 102).