Bhayangkara, Pasukan Elite Majapahit Cikal Bakal Polri
Akar sejarah Polri masa penjajahan Belanda, Jepang, hingga Reformasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini Polisi Republik Indonesia (Polri) genap berusia 74 tahun. Tepat pada 1 Juli 1946 Pemerintah Indonesia saat itu secara resmi mendirikan kesatuan polisi yang diberi nama Djawatan Kepolisian Negara, 1 Juli 1946. Lewat penetapan Pemerintah tahun 104 No.11/S. Djawatan Kepolisian Negera bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri dan inilah yang menjadi cikal bakal Polri saat ini.
Namun sebenarnya jika dirunut dari sejarah sudah ada sejak kerajaan Majapahit. Kala itu Gajah Mada membentuk pasukan elite untuk melindungi raja dan kerajaan yang disebut dengan Bhayangkara. Kemudian nama Bhayangkara ini melekat pada institusi Polri. Sebelum 1 Juli 1946, Korps Bhayangkara ini berada di bawah lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dikutip dari laman resminya, akar sejarah kepolisian di Indonesia terbagi dalam beberapa fase. Mulai dari masa penjajahan Belanda, Jepang, awal Kemerdekaan, masa orde baru dan orde baru, era reformasi.
Begitu juga dengan pucuk pimpinan Polri yang terus beregenerasi dari masa ke masa. Setidaknya sejak awal kemerdekaan Indonesia sudah 25 orang menjabat sebagai Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri).
Masa kolonial Belanda
Dalam situs resmi kepolisian, pada masa ini pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi. Pembentukan pasukan itu untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda.
Tercatat pada 1867 sebanyak 78 orang pribumi direkrut, dan saat itu wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur generaal (jaksa agung).
Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Namun pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hood agent (bintara), inspekteur van politie, dan commisaris van politie. Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.
Polisi Hinda Belanda Modern
Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini. Pada 1902 formasi kepolisian bersenjata terdiri atas 29 grup, 13 di antaranya berada di Jawa. Setiap grup terdiri atas seorang instruktur Eropa, seorang sersan bumiputra, dua kopral bumiputra yang diambil dari militer, dan 24 prajurit pribumi.
Kemudian pada 1914 didirikan sekolah kepolisian Hindia Belanda berlokasi di Batavia, DKI Jakarta saat ini. Sekolah ini dipimpin Ajun Komisaris Besar Polisi I.H. Misset dari korps inspektur polisi Den Haag.
Masa pendudukan Jepang
Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatra yang berpusat di Bukit Tinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi.
Pada masa ini Jepang membagi wilayah kepolisian Indonesia menjadi Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta. Kepolisian Sumatra yang berpusat di Bukittinggi, Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makassar dan Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin.
Setiap kantor polisi di daerah dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia. Hanya saja, mereka selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala polisi.
Awal kemerdekaan
Meski pemerintah militer Jepang telah membubarkan Peta dan Gyu-Gun tapi Kepolisian tetap bertugas, termasuk saat Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Bahkan saat itu, secara resmi kepolisian menjadi kepolisian Indonesia yang merdeka.
Pada 21 Agustus 1945, inspektur kelas I, Mochammad Jassin, Komandan Polisi memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia di Surabaya. Sebelumnya pada 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).
Pada 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D. Djawatan Kepolisian Negara yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli inilah yang hingga sekarang diperingati sebagai hari lahirnya kepolisian. Sebelumnya, kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Pada periode awal kemerdekaan ini, selain bertugas sebagai penegak hukum, Kepolisian juga ikut bertempur di seluruh wilayah RI. Bahkan Polri menyatakan dirinya “combatant” yang tidak tunduk pada Konvensi Jenewa.
Kemudian Polisi Istimewa diganti menjadi Mobile Brigade, sebagai kesatuan khusus untuk perjuangan bersenjata. Seperti dikenal dalam pertempuran 10 November di Surabaya, di-front Sumatra Utara, Sumatra Barat, penumpasan pemberontakan PKI di Madiun, dan lain-lain.
Pada masa kabinet presidential, pada 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan Polri dipimpin langsung oleh presiden/wakil presiden dalam kedudukan sebagai perdana menteri/wakil perdana menteri. Pada masa revolusi fisik, Kapolri Jenderal Polisi R.S. Soekanto telah mulai menata organisasi kepolisian di seluruh wilayah RI. Pada Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang diketuai Mr. Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatra Tengah, Jawatan Kepolisian dipimpin KBP Umar Said.
Selanjut setelah hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda dibentuk Republik Indonesia Serikat (RIS), maka RS Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.
Dengan Keppres RIS No. 22 tahun 1950 dinyatakan bahwa Jawatan Kepolisian RIS dalam kebijaksanaan politik polisional berada di bawah perdana menteri dengan perantaraan Jaksa Agung. Pada 7 Juni 1950 dengan Tap Presiden RIS No. 150, organisasi-organisasi kepolisian negara-negara bagian disatukan dalam Jawatan Kepolisian Indonesia.
Selanjutnya, dengan dibentuknya negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan diberlakukannya UUDS 1950 yang menganut sistem parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap dijabat RS Soekanto yang bertanggung jawab kepada perdana menteri/presiden. Soekanto merencanakan kantor sendiri di Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN). Periode ini kepolisian berstatus tersendiri antara sipil dan militer yang memiliki organisasi dan peraturan gaji tersendiri.
Orde lama
Ketika Presiden Soekarno akan membentuk ABRI yang terdiri dari Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian, RS Soekanto menyampaikan keberatannya dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada 15 Desember 1959 RS Soekanto mengundurkan diri setelah menjabat Kapolri/Menteri Muda Kepolisian.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional. Kemudian 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961.
Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU. Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).
Orde baru
Berdasarkan peristiwa kelam G30S/PKI yang mencerminkan tidak adanya integrasi antar unsur-unsur ABRI, maka untuk meningkatkan integrasi ABRI, tahun 1967 dengan SK Presiden No. 132/1967 tanggal 24 Agustus 1967 ditetapkan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Bidang Pertahanan dan Keamanan.
Keputusan itu menyatakan ABRI merupakan bagian dari organisasi Departemen Hankam meliputi AD, AL, AU , dan AK. Masing-masing dipimpin oleh Panglima Angkatan dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya kepada Menhankam/Pangab.
Pada 1969 dengan Keppres No. 52/1969 sebutan Panglima Angkatan Kepolisian diganti kembali sesuai UU No. 13/1961 menjadi Kepala Kepolisian Negara RI, tapi singkatannya tidak lagi KKN tetapi Kapolri. Pergantian sebutan ini diresmikan pada 1 Juli 1969.
Era Reformasi
Pascalengsernya Presiden Soeharto, pada 1998 Presiden BJ Habibie mencanangkan program kemandirian Polri, yakni memisahkannya dari organisasi ABRI. Dengan pemisahan itu diharapkan, Polri bisa lebih menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat. Pada 1 April 1999 diterbitkan Inpres No. 2 tahun 1999 tentang Langkah–langkah kebijakan dalam rangka pemisahan Polri dari ABRI.
Dalam naskah Reformasi TNI: Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat, Ahmad Yani Basuki menyebut landasan konstitusional pemisahan Polri dari TNI secara de jure baru dikukuhkan melalui Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dengan Polri dan Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Polri.
Selanjut, berdasarkan Tap MPR tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merealisasikan pemisahan TNI dengan Polri melalui penerbitan Keputusan Presiden No. 89 tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Salah satu yang terpenting adalah Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Kepolisian Negara Republik Indonesia berkedudukan langsung di bawah Presiden.”
Berikut daftar kepala kepolisian dari masa ke masa.
1. Komisaris Jenderal Polisi Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo (29 September 1945-14 Desember 1959)
2. Komisaris Jenderal Polisi Soekarno Djojonegoro (14 Desember 1959-30 Desember 1963)
3. Jenderal Polisi Soetjipto Danoekoesoemo (30 Desember 1963 -
8 Mei 1965)
4. Jenderal Polisi
Soetjipto Joedodihardjo (9 Mei 1965-15 Mei 1968)
5. Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso (15 Mei 1968-2 Oktober 1971).
6. Jenderal Polisi Mohamad Hasan (3 Oktober 1971-24 Juni 1974).
7. Jenderal Polisi Widodo Budidarmo (26 Juni 1974-25 September 1978)
8. Jenderal Polisi Awaluddin Djamin (26 September 1978-3 Desember 1982)
9. Jenderal Polisi Anton Soedjarwo 4 Desember 1982 - 6 Juni 1986
10. Jenderal Polisi Mochammad Sanoesi (7 Juni 1986-19 Februari 1991)
11. Jenderal Polisi Kunarto (20 Februari 1991-5 April 1993)
12. Jenderal Polisi Banurusman Astrosemitro (6 April 1993-14 Maret 1996)
13. Jenderal Polisi Dibyo Widodo (15 Maret 1996-28 Juni 1998)
14. Jenderal Polisi Roesmanhadi (29 Juni 1998-3 Januari 2000)
15. Jenderal Polisi Roesdihardjo (4 Januari 2000-22 September 2000)
16. Jenderal Polisi Surojo Bimantoro (23 September 2000 -21 Juli 2001)
17. Jenderal Polisi Chairuddin Ismail (2 Juni 2001-7 Agustus 2001)
18. Jenderal Polisi Da'i Bachtiar (29 November 2001-7 Juli 2005)
19. Jenderal Polisi Sutanto (8 Juli 2005-30 September 2008)
20. Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri (1 Oktober 2008-22 Oktober 2010)
21. Jenderal Polisi Timur Pradopo (22 Oktober 2010-25 Oktober 2013)
22. Jenderal Polisi Sutarman (25 Oktober 2013-16 Januari 2015)
23. Jenderal Polisi Badrodin Haiti (17 April 2015-14 Juli 2016)
24. Jenderal Polisi Tito Karnavian (14 Juli 2016-23 Oktober 2019)
25. Jenderal Polisi Idham Aziz (1 November 2019 - Sekarang).