Virus Corona Jadi Lebih Menular, Ilmuwan Teliti Mutasinya

Varian G virus corona menyebar sangat cepat di Eropa dan AS.

CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan berhasil memahami mutasi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang merebak di seluruh dunia. Ini juga yang diyakini telah membuat pergerakan virus menjadi lebih menular.

Mutasi, secara resmi disebut dengan D614G atau G, telah ditemukan memengaruhi protein lonjakan pada virus. Ini merupakan struktur yang memungkinkannya untuk memasuki sel manusia. Semakin efektif protein lonjakan, semakin mudah memasuki tubuh inang.

Penelitian telah menemukan bahwa mutasi yang mengubah asam amino 614 dari "D" (asam aspartat) menjadi "G" (glisin) mungkin membuat protein lonjakan lebih efektif, yang meningkatkan daya penularan virus. Para ilmuwan kemudian menemukan bahwa dari sekitar 50 ribu genom virus baru yang diunggah ke database bersama, sekitar 70 persen membawa mutasi.

“Studi epidemiologi dan data kami bersama-sama benar-benar menjelaskan mengapa varian G menyebar di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sangat cepat. Ini bukan hanya kebetulan,” ujar Hyeryun Choe, seorang ahli virus di Scripps Research, seperti dilansir Fox News, Rabu (1/7).

Choe adalah penulis utama dari penelitian tentang peningkatan infeksi varian G dalam kultur sel di laboratorium yang tidak dipublikasikan. Ia mengatakan, ada beberapa alasan mengapa G bisa lebih efektif dalam menyebarkan virus.

Dalam mutasi, bagian luar dari protein-protein yang berikatan dengan reseptor manusia lebih kecil kemungkinannya untuk putus. Inilah kesalahan dari SARS-CoV-2, yang akhirnya menyebabkan infeksi penyakit Covid-19.

Mekanisme yang salah membuatnya sehingga SARS-CoV-2 kesulitan menginvasi sel inang. Choe mengatakan bahwa G memiliki lebih banyak protein lonjakan dan menyebut alasan itulah yang membuat mutasi 10 kali lebih menular dalam percobaan laboratorium.

“Saya pikir mutasi ini terjadi sebagai kompensasi," jelas Choe.

Choe menambahkan bahwa mutasi itu tidak berdampak untuk seberapa mematikan virus dalam tubuh orang yang terinfeksi. Namun, ini hanya berpengaruh dalam bagaimana cara penularannya.

Mutasi juga ditemukan lebih menular dalam empat studi yang belum ditinjau oleh rekan peneliti lainnya. Satu studi oleh para ilmuwan di Los Alamos National Laboratory menyimpulkan bahwa pasien dengan mutasi G juga memiliki lebih banyak virus di tubuh mereka, membuat mereka lebih mungkin menularkannya kepada orang lain.

Meski demikian, banyak ilmuwan lain yang mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan seberapa efektif mutasi dalam menyebarkan virus. Seperti Jeremy Luban, seorang ahli virus di University of Massachusetts Medical School, AS dengan pendapat bahwa hal itu bellum data dipastikan.

"Intinya adalah, kita belum melihat sesuatu yang pasti," kata Luban.

Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China pada Desember 2019. Sejak saat itu, virus terus menyebar secara global.

Berdasarkan data Worldometers hingga Rabu (30/6) terdapat 10.585.110  kasus Covid-19 dan 513.913 kematian di seluruh dunia. Sementara, jumlah pasien yang dinyatakan sembuh adalah 5.795.009 orang.

Bagi banyak orang, Covid-19 dapat hanya menimbulkan gejala ringan atau sedang, seperti demam dan batuk. Tetapi, sebagian lainnya, terutama orang dewasa yang lebih tua dan orang-orang dengan masalah kesehatan yang telah ada sebelumnya, infeksi virus dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah, termasuk pneumonia, bahkan kematian. 

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler