Iran Ajukan Gugatan atas Sanksi AS ke Mahkamah Internasional
AS tidak hanya menerapkan tetapi juga menambah sanksi untuk Iran saat pandemi
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengajukan gugatan hukum ke Mahkamah Internasional (ICJ) atas dampak sanksi-sanksi Amerika Serikat (AS) selama pandemi virus corona. Langkah itu disampaikan Wakil Presiden Iran bidang Hukum Laya Joneydi.
Dilansir dari Sputnik, Ahad (5/7) kantor berita Iran Mehr melaporkan Joneydi mengumumkan hal itu saat mengunjungi Pasteur Institute of Iran, salah satu pusat penelitian dan praktik layanan kesehatan terbaik di negara itu. Perekonomian Iran yang sangat tergantung pada minyak melambat sejak internasional menerapkan sanksi-sanksi pada awal 2000-an. Sanksi tersebut diberlakukan setelah pada pengawas nuklir PBB IAEA menemukan diam-diam Teheran melakukan aktivitas pengkayaan uranium.
Sebagian besar sanksi-sanksi tersebut dicabut pada 2016 setelah IAEA menyatakan Iran mematuhi komitmen yang disepakati dalam kesepakatan nuklir 2015, Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kini sanksi-sanksi itu kembali diterapkan bahkan ditambah. Hal itu terutama setelah AS menarik diri dari JCPOA tahun 2018 lalu dan mulai memberlakukan sejumlah sanksi-sanksi untuk menghancurkan perekonomian Iran secara sistematis. Sanksi termasuk terhadap industri minyak, baja, finansial, perbankan, pengembangan dan perdagangan senjata.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump juga menerapkan larangan masuk dan membekukan aset-aset Iran. Washington ingin melihat pendapatan minyak Iran hingga nol maka sanksi-sanksi itu diperluas pada negara yang berbisnis dengan Teheran.
Walaupun Iran berulang kali meminta agar sanksi-sanksi tersebut dicabut selama pandemi, langkah hukuman AS masih diterapkan.