Haedar Nasir: Pandemi Covid-19 Bukan Konspirasi
Menurut Haedar Nasir, pandemi Covid-19 adalah realitas yang dihadapi seluruh dunia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, pandemi Covid-19 bukan sebuah hasil konspirasi. Sebab, setiap negara dilanda wabah akibat penularan virus SARS-CoV-2 tersebut.
"Pandemi ini bukan ilusi, bukan konspirasi, tetapi realitas objektif yang tidak hanya dihadapi oleh Indonesia tetapi juga oleh seluruh bangsa di berbagai negara," kata Haedar melalui pengajian daring yang dipantau dari Jakarta, Jumat (10/7).
Haedar mengatakan, jangan terjebak pada pemikiran konspirasi yang justru membuat terlena terhadap konteks darurat penularan COVID-19 di tengah masyarakat. Selain itu, kata dia, agar jangan berselisih yang tidak produktif hanya karena mempersoalkan konspirasi.
"Kita tidak berselisih untuk hal ini karena ada hal mendasar yang harus kita pahami bersama. Konteksnya adalah konteks darurat pandemi. Ini adalah kondisi objektif agar kita semakin nyata," kata dia.
Muhammadiyah, kata dia, sudah menggerakan sejumlah sumber dayanya untuk ikut membantu dalam penanganan Covid-19. Seperti melalui layanan kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang dimiliki.
"Jangan sebagai bagian Islam, kita menjadi bagian dari masalah atau menambah masalah. Kita harus jadi solusi. Saat ada musibah besar alhamdulillah Muhammadiyah mengambil langkah positif untuk memberi solusi itu. Agama dihadirkan untuk menjadi solusi," kata dia.
Haedar mengatakan, Muhammadiyah dalam ikut menanggulangi Covid-19 mengkombinasikan penjagaan jiwa dan agama. Dalam menjaga jiwa dilakukan dengan mencegah penularan dan menanggulangi Covid-19.
Sementara penjagaan agama, kata dia, Muhammadiyah mengajak warganya untuk tetap menjauhi kerumunan meski itu seperti shalat berjamaah di masa Covid-19 demi keselamatan bersama.
"Kita mencegah penularan. Menjaga satu nyawa atau 'hifzun nafs' sama dengan seluruh nyawa, menjaga agama atau 'hifdzudin'. Ini jangan dipertentangkan. Bukan tidak shalat berjamaah dan shalat di rumah itu tidak menjaga agama tapi ini sudah memiliki dasar pertimbangan syariah. Muhammadiyah berusaha 'hifdzudin' dan 'hifdzunafs' jangan dipertentangkan," katanya.