Komisi VIII DPR Sepakat Istilah New Normal tak Lagi Dipakai
DPR meminta pemerintah menggunakan istilah yang mudah dipahami agar pandemi berakhir.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI sepakat bahwa istilah new normal atau normal baru sudah tidak bisa lagi dipakai untuk sosialisasi protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sebab, istilah tersebut tidak dipahami oleh rakyat.
"Itu istilah asing yang betul-betul asing bagi rakyat. Frasa apa yang bisa digunakan agar masyarakat paham bahwa pandemi ini belum berakhir dan risikonya masih tetap tinggi?" kata Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto dalam rapat kerja bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)/Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo yang diikuti melalui siaran langsung TVR Parlemen di Jakarta, Senin (13/7).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan di tengah sosialisasi protokol kesehatan dengan mengunakan berbagai istilah berbahasa asing, kurva kasus positif Covid-19 ternyata justru terus naik. Yandri mengakui jumlah kasus positif terkonfirmasi yang terus bertambah itu menunjukkan hasil dari pemeriksaan secara masif.
Namun, hal itu juga menunjukkan bahwa penularan masih terjadi yang berarti sosialisasi protokol kesehatan belum maksimal. "Istilah new normal dipahami salah di tengah masyarakat sebagai situasi yang sudah normal. Masyarakat pergi ke pasar, pergi ke kebun, dan bekerja seperti biasanya saja menganggap Covid-19 sudah tidak ada," tuturnya.
Padahal, kata Yandri, kasus positif yang masih tetap banyak terkonfirmasi setiap hari menunjukkan bahwa virus corona penyebab Covid-19 masih ada di tengah masyarakat Indonesia. Karena itu, Yandri meminta BNPB/Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menggunakan istilah yang lebih mudah dipahami masyarakat, di samping melakukan sosialisasi tentang protokol kesehatan yang lebih masif.
"Kami lusa sudah reses ke daerah pemilihan. Kalau ada kebijakan, bisa sekaligus kami komunikasikan dengan rakyat bahwa pandemi ini belum berakhir. Ini adalah tanggung jawab kita semua," ucapnya.
Yandri meminta BNPB/Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 bisa maksimal dalam menangani Covid-19 agar tidak jatuh korban semakin banyak. "Pandemi ini belum berakhir dan kita tidak tahu kapan akan berakhir dan berapa korbannya. Kontraksi ekonomi jangan terlalu berat, tetapi kita juga tidak bisa menganggap remeh nasib nyawa anak bangsa," katanya.