Anak Terinfeksi Covid di Jatim Paling Banyak Usia 6-17 Tahun

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak, definisi anak adalah usia di bawah 18 tahun.

ANTARA /Destyan Sujarwoko
Dokter berbincang dengan pasien anak berstatus OTG (Orang Tanpa Gejala) Covid-19 di halaman samping mess karantina Rusunawa IAIN Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (22/6). Hingga pekan ini, tercatat 1.137 anak di Jawa Timur terinfeksi Covid-19. (ilustrasi)
Rep: Dadang Kurnia Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur (Jatim), Andriyanto menyebut usia anak 6-17 tahun paling banyak terkonfirmasi Covid-19. Menurut data Gugus Tugas Jatim per 25 Juli 2020, dari total 20.256 orang, 4,9 persen pada usia 6-17 tahun. Sedangkan usia 0-5 tahun sebanyak 1,8 persen.

"Jadi ada catatan memang yang disebut dengan anak menurut Undang-undang Perlindungan Anak adalah anak di bawah 18 tahun," ujar Adriyanto dikonfirmasi Selasa (28/7).

Data DP3AK Jatim total anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 di wilayahnya adalah 1.137 anak. Rata-rata, kata dia, kasus pada anak ini tertular dari orang dewasa. Pernyataan itu didapat dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

"Ikatan Dokter Anak Indonesia menyatakan bahwa bila anak-anak terkonfirmasi positif maka kemungkinan tertular orang dewasa," ujarnya.

Adriyanto menjelaskan, menurut IDAI, anak tertular karena edukasi yang kurang. Biasanya orang tua kurang intens memberikan pengertian pentingnya penggunaan masker. Sementara, aktivitas anak sangat banyak.

Akibat kurangnya edukasi tersebut juga membuat anak tidak begitu mempedulikan jaga jarak fisik. Bahkan, anak-anak dibiarkan masuk dalam kerumunan orang.

Baca Juga


"Anak-anak itu kan bebas. Free. Ia melihat itu bukan sebuah bahaya, cenderung mencoba berinteraksi dengan sekitarnya," kata dia.

Sebelumnya, data milik DP3AK Jatim menyebut data yang ada hingga tanggal 15 Juli 2020, jumlah anak-anak di Jawa Timur yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai angka 1.137 anak. Tiga diantaranya meninggal dunia. Adriyanto memastikan angka kesembuhan anak terjangkit Covid-19 ini juga terbilang banyak.

"Dengan tingkat kesembuhan mencapai 40,4 persen," ujarnya.



Direktur Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung Winny Isnaeni mengatakan, salah satu isu perlindungan anak yang saat ini marak terjadi dan seringkali masih diabaikan dampaknya ialah isu kekerasan. Termasuk di dalamnya kekerasan berbasis gender, eksploitasi, kesehatan mental anak, dan penelataran anak.

Dia menjelaskan, kasus kekerasan berbasis gender masih sering dianggap tabu oleh masyarakat karena pengaruh budaya dan lingkungan masyarakat. Ini yang kemudian menyebabkan kasus yang banyak terjadi tidak terungkap dan tidak ada penanganan maupun respon terhadap korban.

"Jika tidak dicegah dan ditangani dengan baik, kasus kekerasan dapat berdampak bagi korban,” ujar Winny.

Winny mengatakan, keluarga dan masyarakat merupakan sumber daya yang besar dan dekat dengan anak. Dia pun berharap media massa yang dipercaya  informasinya oleh publik, bisa mengambil posisi strategis untuk menguatkan keluarga dan masyarakat agar lebih melindungi anak yang menjadi tanggung jawabnya.

Child Protection Specialist UNICEF Kantor Perwakilan wilayah Jawa, Naning Pudjijulianingsih mengungkapkan, di masa pandemi ini semua pencegahan kekerasan anak bisa dilakukan dari tiap rumah. Baik itu kolaborasi yang baik antara keluarga, sekolah, masyarakat, serta media.

"Meskipun dalam kondisi sulit menghadapi pandemi, semua anak harus bisa dipastikan pendidikannya serta kontrol keluarga yang baik. Termasuk dalam kesehatan mental anak yang harus dijaga. Nah, media sangat berperan dalam hal ini," kata dia.

Risiko kematian anak saat pandemi Covid-19 - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler