Plasma Darah Penyintas Tampak Bantu Sembuhkan Covid-19
Plasma konvalesen selama ini digunakan untuk bantu penyembuhan pasien Covid-19 berat.
REPUBLIKA.CO.ID, ARIZONA -- Studi yang dilakukan organisasi nirlaba Mayo Clinic di Arizona mendapati petunjuk kuat bahwa plasma darah penyintas dapat membantu menyembuhkan pasien Covid-19. Meski demikian, studi itu tidak menyodorkan bukti, sebatas petunjuk saja.
Sejumlah pakar pun khawatir jawaban yang jelas tentang khasiat plasma konvalesen tak akan didapatkan segera. Seperti diwartakan AP, Sabtu (15/8) lebih dari 64 ribu pasien di AS telah diberikan plasma konvalesen untuk membantu penyembuhannya.
Pendekatan medis serupa kerap digunakan guna menangkal penyakit flu dan campak sebelum vaksin ditemukan. Berdasarkan catatan sejarah, praktik yang ada sejak 100 tahun lalu itu menunjukkan bahwa pendekatan tersebut berhasil melawan beberapa infeksi. Meski demikian, belum ada bukti kuat bahwa pemberian plasma konvalesen dari penyintas akan efektif untuk melawan virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
Peneliti juga belum mengetahui apakah praktik tersebut merupakan cara terbaik untuk melawan Covid-19. Kendati demikian, data awal dari 35 ribu pasien virus corona yang diobati dengan plasma mengindikasikan adanya kemajuan dari pendekatan medis tersebut.
"Ada lebih sedikit kematian di antara orang yang diberi plasma dalam tiga hari setelah diagnosis dan juga di antara mereka yang diberi plasma mengandung antibodi guna melawan virus," kata peneliti utama Mayo Clinic Dr Michael Joyner.
Riset yang dilakukan ini bukan merupakan penelitian formal. Kendati demikian, pendekatan ini digunakan kepada seluruh pasien di beberapa rumah sakit di Amerika Serikat (AS). Hanya saja, mereka masih belum bisa membuktikan kalau cara ini yang menyebabkan kondisi pasien membaik.
Studi ketat tengah dilakukan guna mendapatkan bukti tersebut. Mereka menginfuskan plasma dan infus plasebo dalam perawatan rutin. Tetapi penelitian tersebut sulit diselesaikan karena virus membesar dan menyusut di berbagai kota. Juga, beberapa pasien cenderung meminta plasma daripada menjadi subjek penelitian yang mungkin memberi mereka efek plasebo.
"Selama 102 tahun kami telah memperdebatkan apakah plasma dapat membantu kesembuhan atau tidak. Kami benar-benar membutuhkan bukti yang tak terbantahkan," kata Dr Mila Ortigoza dari New York University, merujuk pada penggunaan plasma dalam pandemi flu 1918.
Ortigoza memimpin salah satu studi serupa. Timnya juga sedang mengumpulkan data dengan beberapa uji klinis lain di wilayah lain dengan harapan mendapatkan jawaban yang lebih cepat.
"Ada kekhawatiran tentang kapan akan ada jawaban yang jelas," kata dokter spesialis penyakit menular dari Washington University di St. Louis Dr Jeffrey Henderson.
Dia berharap uji klinis akan terus berlanjut. Menurut Henderson, laporan Mayo Clinic konsisten dengan studi tentang plasma dalam skala lebih kecil dan awal yang memberikan data akurat.
Lembaga Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah mempertimbangkan secara cermat bukti yang didapatkan sebagai langkah penyembuhan darurat. Akan tetapi, mereka enggan memberi tanggapan lebih lanjut terkait hal tersebut.
Puluhan ribu penyintas Covid-19 telah menyumbangkan plasma mereka. Bank darah AS telah meminta penyintas untuk menyumbangkan lebih banyak lagi menyusul terus merebaknya paparan Covid-19 di Amerika.
American Association of Blood Banks (AABB) menyebut, seperempat rumah sakit telah menunggu lebih dari 24 jam untuk mendapatkan plasma yang diminta. Hingga saat ini, peneliti juga masih belum mendapatkan jawaban waktu terbaik penggunaan plasma tersebut.
Perdebatan masih terjadi antara digunakan kepada pasien dengan gejala parah atau ringan. Selama ini, plasma konsevalen diberikan kepada pasien dengan kondisi berat.
Ortigoza mengungkapkan, penyintas Covid-19 memiliki jumlah antibodi yang sangat bervariasi sehingga sulit untuk mengukur seberapa banyak plasma yang digunakan.