Pabrik Sabun Ribuan Tahun Tegaskan Jejak Islam di Israel
Pabrik sabun ribuan tahun era Islam ditemukan di wilayah jajahan Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tim arkeolog dari Otoritas Barang Antik Israel (Israel Antiquities Authority/IAA) dan para pemuda sekolah menengah setempat mengungkap pabrik sabun pertama Israel di wilayah Palestina yang dijajah dan berasal dari 1.200 tahun lalu, di kota Beduin di Rahat.
Penemuan itu terungkap saat mereka tengah bekerja di Gurun Negev. Namun demikian, fakta bahwa sabun itu terbuat dari minyak zaitun merupakan indikasi dari pengaruh Islam di wilayah tersebut, bahkan di saat Islam mulai berakar di Israel.
"Kota ini memiliki akar Islam yang dalam dan kami bangga dengan akar ini," kata Wali Kota Rahat, Fahiz Abu Saheeben, dalam video berbahasa Ibrani IAA, dilansir di The Times of Israel, Selasa (18/8).
Abu Saheeben mengatakan dalam siaran persnya, bahwa dia senang karena penggalian tersebut telah mengungkap akar Islam di Rahat. Dia menambahkan, penggalian tersebut dilakukan atas kerja sama dengan IAA, komunitas Bedouin setempat dan Otoritas Pembangunan dan Pemukiman Bedouin di Negev, sebelum pembangunan lingkungan baru di Rahat.
"Kami berharap dapat membangun pusat pengunjung yang dapat dinikmati oleh wisatawan dan masyarakat sekitar," kata Abu Saheeben.
Arkeolog Dr Elena Kogen-Zehavi mengatakan, minyak zaitun muncul selama periode Abbasiyah. Abbasiyah adalah salah satu penguasa Arab awal yang membawa Islam ke Israel.
Kala itu, sabun adalah komoditas ekspor yang berharga, dan dibawa ke Mesir dan tanah Arab lainnya. Kunci dari produksi sabun ini adalah minyak zaitun sebagai basis lemaknya. Hal itu berbeda dengan lemak babi yang digunakan di Eropa pada periode yang sama, yang merupakan larangan bagi Islam.
Penaklukan Arab atas tanah suci terjadi pada 636 M, tetapi Islam baru menjadi agama mayoritas pada abad kesembilan. Kendati demikian, penggalian awal pada 2019 di Rahat telah menunjukkan bahwa Islam datang lebih awal ke wilayah Negev ini.
Para arkeolog IAA menemukan sebuah masjid pedesaan yang langka dan sangat awal, yang berasal dari sekitar abad ketujuh hingga abad kedelapan Masehi. Ini adalah salah satu contoh yang diketahui paling awal di dunia.
Penemuan baru produksi sabun industri ini terungkap dalam struktur berpilar besar yang diyakini para arkeolog milik keluarga kaya yang mencari nafkah dengan produksi sabun, penjualan lokal, dan bahkan mungkin sekali ekspor.
Kogen-Zehavi mengatakan dalam video IAA, kondisi gurun yang keras, termasuk angin dan badai debu, membuat kebersihan pribadi menjadi sebuah kebutuhan, tidak hanya selama wabah virus corona saat ini, namun juga 1.200 tahun yang lalu.
Menurutnya, selama ribuan tahun penduduk Timur Tengah dan tempat lainnya menggunakan minyak zaitun dalam praktik kebersihan mereka. Sementara mandi didokumentasikan dalam catatan Babilonia dan Yunani, namun kata dia, konsepnya sama sekali berbeda.
Alih-alih mencuci dengan sabun, orang-orang kuno ini akan meminyaki diri mereka sendiri dengan minyak, yang digosok dari tubuh mereka.
Kogen-Zehavi mengatakan, produksi industri sabun baru benar-benar dimulai pada Abad Pertengahan di Eropa. Meskipun orang-orang Kristen dapat menggunakan lemak babi, yang lebih mudah digunakan, membuat minyak zaitun menjadi batangan keras jauh lebih rumit.
Faktanya, keahlian dalam memproduksi sabun minyak zaitun ini dijaga dengan seksama hingga saat ini dan diturunkan dari generasi ke generasi. Pabrik minyak zaitun modern di kota Arab di Nablus melanjutkan metode kuno yang teliti tersebut.
Menurut siaran pers IAA, kompleks Rahat mencakup semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pembuatan sabun minyak zaitun. Selain itu, para peneliti dapat memperoleh sampel organik yang memungkinkan mereka mengidentifikasi bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Para arkeolog menemukan, bahwa untuk membuat sabun khusus ini, minyak zaitun digunakan sebagai bahan dasar dan dicampur dengan abu dari tanaman saltwort, yang mengandung kalium dan air. Campuran tersebut dimasak selama sekitar tujuh hari.
Setelah itu, bahan cair tersebut dipindahkan ke kolam dangkal, di mana sabun mengeras selama sekitar 10 hari, hingga bisa dipotong menjadi batangan. Batang tersebut kemudian dikeringkan selama dua bulan, sebelum diekspor.
"Ini adalah pertama kalinya tempat pembuatan sabun setua ini ditemukan, memungkinkan kami untuk menciptakan kembali proses produksi tradisional dari industri sabun. Untuk alasan ini, ini cukup unik. Kami sudah lazim dengan pusat pembuatan sabun penting dari periode yang jauh kemudian, periode Ottoman. Ini ditemukan di Yerusalem, Nablus, Jaffa, dan Gaza," kata Kogen-Zehavi dalam siaran persnya.
Wali Kota Rahat berharap area penggalian tersebut dapat menjadi pusat kunjungan para wisatawan dan masyarakat sekitar. Seumpamanya pusat komunitas dibangun, selain kemungkinan souvenir dari sabun minyak zaitun kuno, pengunjung juga dapat memainkan salah satu dari dua permainan kuno yang ditemukan di ruang bawah tanah di situs tersebut.
Menurut siaran pers tersebut, salah satu permainan itu ialah permainan papan yang disebut Windmill, permainan strategi yang diketahui dari penggalian dari zaman Romawi pada abad ke-2 dan ke-3. Yang kedua adalah permainan papan dengan dadu atau tongkat yang disebut 'Hounds and Jackals' atau '58 Holes'.
Permainan '58 Holes' ini dimainkan di Mesir awal dan menyebar ke Mediterania dan Mesopotamia sekitar 2.000 Sebelum Masehi. Avinoam Lehavi dari IAA dalam video tersebut mengatakan, bahwa itu pertama kalinya para arkeolog menemukan permainan semacam itu di awal periode Islam. "Permainan tersebut menjelaskan kehidupan sehari-hari penduduk," kata arkeolog Distrik Negev Utara dari IAA, Svetlana Tallis.