RUU Ciptaker Dinilai Bisa Atasi Masalah Hambatan Investasi
Masalah hambatan investasi dinilai bisa diatasi dengan RUU Ciptaker.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS) dinilai akademisi Universitas Indonesia (UI), Ima Mayasari, tak menyelesaikan hambatan investasi. Karenanya, menurut dia Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) diperlukan.
"Akhirnya butuh payung hukum yang namanya undang-undang dan undang-undang ini disusun dengan gunakan teknis penyusunan omnibus law, gimana satu UU bisa lakukan perubahan, mengubah atau menambah norma baru atau menghapus dalam satu undang-undang ini," katanya, Rabu (19/8).
Ima menjelaskan, ini terjadi karena perizinan berusaha di Indonesia masih tumpang tindih dan tidak harmonis satu dengan lainnya. "Itu sudah jadi pengetahuan umum masyarakat, bahwa regulasi kita seperti itu," jelasnya.
RUU Ciptaker pun menurut Ima membawa transformasi perizinan dari pendekatan licence of course menjadi risk based of course. Pemerintah pun dianggap berhati-hati dalam menyusunnya.
Kebijakan memberikan izin berdasarkan tata kelola perusahaan ini, ungkapnya, belum pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya. Padahal, negara-negara lain telah mempraktikkannya.
"Di sisi lain, karena kita kebanyakan menerapkan atau mengeluarkan izin tapi tanpa dibarengi dengan pengawasan. Justru RUU Ciptaker itu menyelaraskan antara perizinan dengan pengawasan," kata Ima.
Dengan demikian, dirinya menilai RUU Ciptaker akan membuat tata kelola pemerintahan lebih baik. Pangkalnya, perizinan tak lagi "dimonopoli" pemerintah, melain konsensu antara eksekutif, profesional, dan pelaku usaha.
"(Ini) standar yang sudah jadi pedoman di internasional. Artinya, sudah teruji. Menurut saya, (ini lebih baik) dibandingkan dengan ketika kita buat regulasi yang enggak pernah berubah dan itu hanya dibuat oleh satu pihak, yaitu oleh pemerintah," ungkapnya.
Mengenai pro kontra RUU Ciptaker, Ima memakluminya. Baginya, polemik juga kerap terjadi dalam suatu regulasi.
"Jadi, dinamika ini tentunya menjadi hal yang wajar. Ya, orang bisa bebas berargumen dengan berbagai hal dan itu tidak dilarang di negara kita," katanya.