OJK Ingin Digitalisasi UMKM Lewat Lembaga Keuangan Mikro

OJK membuat ekosistem digital bersinergi dengan perbankan dan lembaga keuangan mikro

Tangkapan Layar Aplikasi Zoom
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santotso mengatakan OJK ingin digitalisasi UMKM dilakukan dengan memberdayakan lembaga keuangan mikro.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingin digitalisasi UMKM dilakukan dengan memberdayakan lembaga keuangan mikro sebagai penyalur pinjaman mengingat jumlahnya yang sangat banyak di seluruh wilayah Indonesia, melengkapi layanan digital yang sudah dilakukan perbankan.

"Ekosistem digital ini BRI sudah lakukan dengan namanya e-Warung, tapi kita justru ingin memberdayagunakan lembaga keuangan mikro di daerah yang jumlahnya besar sekali. Semuanya termasuk penabungnya kita masukkan dalam platform digital sehingga kita bisa punya basis informasi yang lengkap baik, para penabungnya maupun para peminjamnya. Di situlah yang nanti kita sebut digitalisasi UMKM kita mulai," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam seminar Sinergi Program Transformasi UMKM Memasuki Ekosistem Digital di Jakarta, Ahad (30/8).

Menurut Wimboh, OJK membuat ekosistem digital bersinergi dengan perbankan dan lembaga keuangan mikro, yang dilakukan di daerah-daerah tidak bisa diakses secara fisik namun dapat dilakukan secara digital. Keberadaan Bank BRI sebagai penyalur pinjaman kepada masyarakat kecil tidak cukup untuk mencakupi seluruh nasabah di Tanah Air, sehingga peranan lembaga keuangan mikro menjadi penting.

"Itu yang akan kita enhance. Kita masukkan dalam suatu ekosistem. Dalam lembaga keuangan mikro ini, bukan hanya pembiayaannya yang mudah, tanpa penjaminan, tanpa pembukuan, tanpa NPWP, tapi lebih banyak pembinaan. Jadi misalkan tukang nasi goreng atau tukang sate, tukang distribusi makanan, ini semua kita masukkan dalam eksosistem digital. Di sana kita sebut ini pembinaan paling penting, jadi bukan hanya pembiayaan tapi juga pembinaan," ujar Wimboh.

Terkait pembinaan masyarakat, OJK akan mensinergikan dengan berbagai pemangku kepentingan di daerah termasuk pemda dan kementerian lain. Dengan demikian, produk-produk UMKM seperti kerajinan, makanan, dan yang lainnya, bisa dihubungkan dengan platform ekosistem digital setempat atau melalui marketplace.

"Kita lakukan produk-produk ini terutama yang bisa kita jual keluar, bahkan ekspor banyak sekali. Batik di daerah sekarang biasanya jual lewat saudagar di kota besar, kalau kita masukkan ke platform ekosistem digital ini, kalau mau beli batik gak usah ke toko besar, cukup online. Dengan berbagai lembaga keuangan, ini bisa kita lakukan," kata Wimboh.

Wimboh menambahkan UMKM memang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Jumlah pelaku usaha mikro merupakan yang terbesar mencapai 63,35 juta pelaku atau 98,7 persen dari total pelaku UMKM. Sedangkan usaha kecil 783 ribu pelaku atau 1,28 persen dan menengah hanya 60 ribu pelaku atau 0,09 persen.

"Kita tahu UMKM itu ada sektor mikronya, orangnya banyak, kecil-kecil, tradisional, rata-rata hanya untuk hidup, bukan untuk kemewahan. Tapi ini potensi yang kita dorong untuk dikembangkan menjadi backbone yang lebih besar lagi, jadi kecil, menengah, kemudian harapan kita jadi besar," ujarnya.

Sektor UMKM menyerap tenaga kerja mencapai 97 persen dari total tenaga kerja domestik, kontribusinya 61 persen dari PDB dan beragam dari berbagai sektor ekonomi.

"Semua sektor perlu dukungan usaha mikro ini dan ini bisa kita package untuk ekspor dan kita bisa sediakan inovasi untuk membawa semua kegiatan yang dilakukan masyarakat kecil ini dalam satu eksosistem yang bisa betul-betul bermanfaat memberikan kontribusi dengan lompatan yang luar biasa, dan teknologi adalah satu-satunya jawaban," kata Wimboh.

Baca Juga


sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler