Usai Pemilu, Muslim Montenegro Disebut Terancam Genosida
Provokasi terhadap Muslim di Montenegro meningkat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pascapemilu pada Ahad lalu di Montenegro, pemerintahan Montenegro langsung menunjukkan kebijakan yang akan lebih condong pada Rusia dan Serbia. Merespons itu, warga Muslim setempat mendapat ancaman genosida dari berbagai pihak menyusul hasil yang didapat.
Lebih lanjut, hasil pemilu memang dimenangkan oleh Partai Demokrat Sosialis (DPS), yang nyatanya juga merupakan pihak berkuasa sejak lama. Namun demikian, mereka kehilangan sekutu mayoritas di Majelis Nasional yang berpindah ke sayap oposisi yang mengklaim 'demi masa depan Montenegro'. Pihak oposisi yang dipimpin oleh Front Demokratik (DF), diketahui lebih condong ke arah Rusia dan Serbia.
Terpisah, Imam kepala Pljevlja, Samir Kadribasic, mengatakan, Muslim di wilayah mayoritas pimpinannya itu tidak akan lagi merasa aman, Utamanya, karena ancaman yang telah disebutkan.
"Serangan ini sudah keterlaluan sekarang. Saya tidak tahu ke mana arahnya, tapi saya khawatir akan terjadi kekacauan dengan reaksi dari pihak lain juga," kata Kadribasic seperti dikutip Yeni Safak, Jumat (4/9).
Dia menambahkan, dengan adanya ancaman itu, kondisi sekarang dan kedepannya, ia sebut akan mirip dengan perang berdarah pada 1990-an lalu di wilayah itu. Pada saat itu dia mengenang, pembantaian terjadi di wilayah Serbia, tepatnya di Bosnia dan Herzegovina. Selain dari lokasi pengibaran spanduk gerakan Chetnik lainnya.
Meski umat Islam dan beberapa pendukung lainnya mengecam tindakan itu, pujian dan ucapan selamat mengalir deras pada sayap oposisi tersebut. Bahkan, merespons tindakan itu, banyak juga yang membalasnya dengan meneriakkan slogan fasis dan menulisnya di dinding-dinding sejak hari pemilihan.
Sejauh ini, DF dikenal karena sikap anti-NATO dan kedekatannya dengan Gereja Ortodoks Serbia (SPC). Pada malam pemilihan, beberapa orang diketahui menargetkan gedung Serikat Islam di bagian utara kota Montenegro Pljevlja. Jendela gedung itu dihancurkan oleh orang-orang yang tidak dikenal.
Ancaman juga datang di lokasi tersebut, utamanya sesaat setelah lembaran kertas dilemparkan ke dalam gedung itu. Dalam tulisannya, tertulis bahwa Pljevlja akan seperti Srebrenica, di mana lebih dari 8.000 warga sipil Bosnia dibunuh oleh orang Serbia selama Perang Bosnia pada 1995.