Bawaslu: 141 Bapaslon Diduga Langgar Protokol Kesehatan

Pelanggar protokol kesehatan melakukan konvoi dan arak-arakan.

Antara/Rivan Awal Lingga
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mencatat, sebanyak 141 bakal pasangan calon (bapaslon) diduga melanggar aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat melakukan pendaftaran pencalonan Pilkada 2020.
Rep: Mimi Kartika Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat, sebanyak 141 bakal pasangan calon (bapaslon) diduga melanggar aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 saat melakukan pendaftaran pencalonan Pilkada 2020. Sejauh ini tercatat ada 315 bapaslon kepala daerah yang telah mendaftar.

"141 bapaslon tersebut diduga melanggar aturan PKPU (Peraturan PKU) yang secara tegas melarang konvoi dan arak-arakan di tengah pandemik covid-19," ujar Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dikutip laman resmi Bawaslu RI, Sabtu (5/9).

Dugaan pelanggaran ini terkait jumlah massa yang datang ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah setempat. Atas hal tersebut, Fritz menegaskan, Bawaslu akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran dengan dua hal.

Pertama, Bawaslu akan memberikan saran perbaikan (teguran). Kedua, Bawaslu bakal melaporkan bapaslon yang melanggar protokol kesehatan kepada pihak pihak lain yang berwenang seperti kepolisian.

Fritz mengatakan, KPU telah melakukan sosialisasi jauh-jauh hari sebelum waktu pendaftaran pencalonan dibuka kepada partai politik (parpol) untuk datang ke kantor KPU hanya dengan bapaslon, LO (Liaison Officer/penghubung), dan perwakilan pengurus parpol saja. Hal ini sebagai bagian penerapan protokol kesehatan.

Terkait sanksi, lanjut Fritz, apabila mengacu terkait Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU) maka yang menjadi tanggung jawab Bawaslu adalah memberikan saran perbaikan. Selain itu, Bawaslu dapat memberikan dugaan pelanggaran administratif kepada bapaslon atau KPU yang diduga melanggar.

"Terhadap pelanggaran tersebut Bawaslu tidak hanya memberikan saran dan perbaikan saja, tetapi juga dianggap melanggar tata cara mekanisme dan prosedur yang sudah diatur dalam PKPU," kata Fritz.

Ia menambahkan, selain UU Pilkada masih ada undang-undang lainnya yang perlu diperhatikan. Misalnya UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Fritz menegaskan, apabila dalam kajian Bawaslu ditemukan pelanggaran terkait kedua UU tersebut, maka Bawaslu akan merekomendasikan kepada pihak lain seperti kepolisian guna menindaklajuti lebih jauh. Hal ini sesuai UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang UU Pilkada terkait penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19.

"Arak-arakan dan pengerahan massa menurut saya sudah berpotensi atau dapat diduga melanggar Pasal 14 UU 4/1984 dan Pasal 93 UU 6/2018 atau larangan dari peraturan daerah setempat," kata Fritz.

Untuk itu, Bawaslu Provinsi/Kabupaten Kota meneruskan temuan atau laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang sesuai Pasal 28 (1) e dan Pasal 33 e UU 6 Tahun 2020. Fritz berharap tidak ada klaster baru penyebaran Covid-19.

Ia mengatakan, pelaksanaan pilkada saat pandemi Covid-19 covid-19 bukan hanya sekadar tugas KPU dan Bawaslu saja, melainkan tugas semua pihak. Ia menyarankan seluruh pihak tidak hanya bicara teknis kepemiliuan, namun juga ada kepatuhan kepada protokol kesehatan.

"Kita membutuhkan ketegasan masing-masing pihak menerapkan protokol kesehatan. Ketegasan dari Kepolisian, Satpol PP, Satgas, pemda, dan seluruh pihak untuk menerapkan protokol kesehatan," ucap Fritz.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler