Menlu AS Sambut Baik Perundingan Damai Afghanistan-Taliban
AS berupaya melancarkan negosiasi antara Afghanistan dan Taliban
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyambut baik perundingan damai "bersejarah" yang telah lama ditunggu-tunggu antara Pemerintah Afghanistan dan kelompok Taliban.
Pernyataan itu disampaikan Pompeo saat dalam perjalanan menuju acara pembukaan di ibu kota Qatar, Doha, Kamis (10/9) malam. Amerika Serikat telah berusaha melancarkan negosiasi antara kedua pihak yang bertikai di Afghanistan sejak AS menandatangani kesepakatan dengan Taliban pada Februari soal penarikan pasukan.
Namun, proses tersebut terhambat oleh penundaan karena ketidaksepakatan tentang pembebasan tahanan.
"Kita membutuhkan waktu lebih lama daripada yang saya harapkan yakni dari 29 Februari sampai sekarang, tetapi kita berharap Sabtu pagi ... pihak-pihak Afghanistan dapat duduk bersama-sama bersiap untuk melakukan sesuatu yang akan menjadi diskusi penuh perdebatan tentang cara memajukan negara mereka. (Ini) benar-benar bersejarah," kata Pompeo kepada wartawan, tak lama setelah pesawatnya lepas landas dari Washington pada Kamis malam.
Kedatangannya di Doha pada Jumat akan bertepatan dengan peringatan 19 tahun serangan 9/11 di Amerika Serikat. Tragedi itu memicu kehadiran militer AS di Afghanistan untuk memerangi kelompok Taliban, yang menyembunyikan Osama bin Laden, pemimpin kelompok militan Al Qaida dan otak di balik serangan 9/11.
Seorang sumber diplomatik di Kabul mengatakan bahwa sebelumnya pembicaraan perdamaian itu diatur untuk dipastikan tidak jatuh pada saat hari peringatan serangan 9/11. Para negosiator Afghanistan akan terbang ke Doha pada Jumat sore (9/11) menjelang upacara pembukaan, menurut pihak istana presiden Afghanistan. Sebuah jet pada Kamis telah menjemput dari Kota Kabul enam tahanan yang diminta oleh kelompok Taliban.
Beberapa pemerintah negara Barat keberatan dengan pembebasan para tahanan tersebut, dan sebagai kompromi, disepakati bahwa bahwa para tahanan akan tetap berada di bawah pengawasan di Qatar. Prancis dan Australia pada Kamis malam mengatakan mereka keberatan para tahanan itu dibebaskan dari penjara Afghanistan.