Tren Penurunan Bunga Deposito Diprediksi Hingga Awal 2021
Pergerakan suku bunga simpanan pada dasarnya mengikuti tren dari suku bunga pasar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren penurunan suku bunga deposito diprediksi berlanjut hingga awal tahun depan. Hal ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia 7-day reverse repo rate (7DRR) dalam beberapa periode terakhir.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menilai pergerakan suku bunga simpanan pada dasarnya mengikuti tren dari suku bunga pasar. Adapun saat ini tren suku bunga pasar menunjukkan penurunan.
“Hal ini sejalan dengan langkah pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional,” ujar Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (13/9).
Menurutnya penurunan suku bunga deposito bisa saja terjadi mengikuti tren dari pasar. Perseroan memproyeksikan penurunan suku bunga deposito sebesar 25 basis poin hingga 50 basis poin pada akhir tahun ini.
“Dengan adanya tren penurunan deposito, CASA BRI akan dijaga di kisaran 60 persen. Hal ini karena juga memengaruhi penurunan biaya dana BRI,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Aestika, suku bunga deposito BRI berada pada kisaran empat persen. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata suku bunga deposito rupiah industri perbankan (BUKU IV) hingga Juni 2020 menunjukkan tren penurunan sejak awal tahun ini, baik tenor satu bulan, tiga bulan, enam bulan, maupun 12 bulan.
Sementara PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menilai tingkat bunga deposito diprediksi bergerak menurun hingga awal tahun depan.
“BTN terus melakukan review dan monitor serta melakukan langkah penyesuaian tingkat bunga deposito,” ujar Sekretaris Perusahaan BTN Ari Kurniawan.
Saat ini penurunan suku bunga deposito yang terjadi merupakan respons atas penurunan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate oleh Bank Indonesia sebanyak dua kali yakni pada Rapat Dewan Gubernur 17-18 Juni 2020 ke level 4,25 persen, dan pada Rapat Dewan Gubernur 15-16 Juli 2020 ke level 4 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi era Covid-19.
Dari sisi lain, kinerja bank BUKU IV sepanjang tahun berjalan terlihat tidak begitu optimal dikarenakan likuiditas yang cenderung membanjir, sedangkan tingkat penyaluran yang cenderung lambat.
Pada awal tahun ini kinerja kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) mampu tumbuh beriringan dengan tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) yang masih di bawah 2,5 persen. Namun sejak pandemi Covid-19 yang muncul di Indonesia pada Maret 2020, pertumbuhan kredit dan DPK mulai mengalami perbedaan yang cukup besar.
Bahkan pada Juli 2020, penyaluran kredit dari bank BUKU IV hanya tumbuh 2,41 persen, sedangkan DPK yang terhimpun mengalami pertumbuhan 12,96 persen. Kondisi tersebut jelas mengindikasikan banyak pelaku usaha yang menahan ekspansi dan lebih memilih instrumen likuid dan aman untuk mengoptimalkan dananya.