IDI Jabar Minta Pemprov Pantau Kapasitas Rumah Sakit
Jangan sampai ada penumpukan pasien di satu rumah sakit karena ini bisa membahayakan
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Banyaknya tenaga medis yang meninggal karena terpapar Covid-19 di saat mereka bertugas sangat mengkhawatirkan. Padahal, mereka adalah garda terdepan dalam penanganan pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit maupun tempat isolasi.
Hingga saat ini sudah 100 lebih tenaga medis yang tumbang akibat Covid-19. Angka tersebut bahkan bisa bertambah jika masyarakat abai menerapkan protokol kesehatan dalam kesehariannya.
Oleh karena itu, menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat Eka Mulyana, pihaknya meminta pemerintah provinsi (Pemprov) dan kabupaten/kota di Jawa Barat memantau perkembangan kasus Covid-19 dan ketersediaan tempat tidur di ruang isolasi. Jangan sampai ada penumpukan pasien di satu rumah sakit karena ini bisa membahayakan pasien lain juga tenaga medis yang bekerja.
"Karena kalau menumpuk ini bukan tidak mungkin akan menambah risiko penularan," ujar Eka Mulyana, kepada wartawan, Selasa (15/9).
Menurut Eka, kalau masyarakat abai maka mereka juga yang akan terkena Covid-19 saat dirawat oleh tenaga medis dengan banyak pasien. "Terus, jumlah tenaga medis sedikit sedangkan pasien terus bertambah, ini jelas akan berdampak pada mereka (tenaga medis) yang bertugas karena semakin banyak berhadapan dengan orang yang terpapar virus," paparnya.
Saat ini, IDI Jabar pun sudah memberikan arahan dalam bentuk surat kepada seluruh tenaga medis yang bekerja menangani pasien Covid-19. IDI berharap, seluruh peralatan APD bisa digunakan dengan benar saat melayani pasien. "Harapannya celah penularan virus kepada tenaga medis bisa dipersempit," katanya.
Menurutnya, saat ini para tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 di berbagai daerah sudah bekerja melebihi jamnya. Ketika hal tersebut dilakukan setiap hari jelas berbahaya pada kekebalan tubuh petugas.
Kondisi tersebut, kata dia, bisa membahayakan tenaga medis lebih mudah terpapar virus corona. Ketika tenaga medis ikut terpapar maka jumlah pekerja yang melayani pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit atau fasilitas kesehatan pun jelas berkurang.
"Tenaga medis sekarang bukannya ingin diperhatikan yah. Tapi beban kerja bertambah padahal risiko lebih tinggi. Sehingga daya tahan medis juga turun, ada capeknya," kata Eka.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat (Jabar) yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar, Ridwan Kamil mengatakan, tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di Jabar sekitar 44 persen. Namun angka ini bisa bertambah seiring bertambahnya kasus terkonfirmasi positif di wilayah Bodebek (Kota Bogor, Bekasi, Depok, serta Kabupaten Bogor, dan Bekasi)
Gugus Tugas Jabar sedang mematangkan opsi rujukan pasien antarkabupaten/kota sehingga pasien Covid-19 dapat ditangani dengan cepat. "Di Bodebek yang paling mengkhawatirkan (keterisian rumah sakit) adalah Kota Depok. Tapi di Kabupaten Bogor, kondisi masih sangat terkendali karena masih di bawah 40 persen (tingkat keterisian rumah sakit)," katanya.
Dalam kondisi ini, Gugus Tugas Jabar menggagas sebuah kebersamaan dalam penanganan kasus. Misalnya, ketika Depok kewalahan menangani pasien baru, maka Kabupaten Bogor bisa menerima pasien yang KTP-nya di Depok.
Emil pun akan meninjau sejumlah fasilitas kesehatan di Bandung, Bogor, dan Depok. "Dari sana, kami akan membuat upaya penguatan dan pemetaan," katanya.