FBI: Rusia Pakai Informasi Palsu Ganggu Kampanye Biden
FBI ungkap Rusia sedang mengintervensi pemilihan presiden Amerika Serikat
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Direktur FBI Christopher Wray memperingatkan Rusia sedang mengintervensi pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Ia mengatakan Rusia melancarkan informasi palsu yang mengincar Joe Biden.
Wray mengatakan Rusia ingin melemahkan kepercayaan rakyat AS pada proses pemilihan umum. Kepala Biro Investigasi Federal itu menambahkan Moskow juga ingin melemahkan apa yang mereka lihat sebagai gerakan anti-Rusia di AS.
Pada komite Keamanan Dalam Negeri House of Representative Jumat (18/9), Wray mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah 'arus informasi palsu yang terus mengalir'. Menurutnya hal itu akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu 2020.
Kesaksian Wray ini sesuai dengan apa yang telah diungkapkan direktur Pusat Kontra Intelijen dan Keamanan Nasional (NCSC) pada 7 Agustus lalu. Kepala NCSC mengatakan Rusia, China, dan Iran mencoba mengintervensi pemilihan 3 November mendatang.
Sejumlah badan intelijen AS menyimpulkan Rusia aktif mendukung Donald Trump pada pemilihan tahun 2016 lalu dan melemahkan kepercayaan terhadap Hillary Clinton. Trump yang kini menjadi presiden membantah penemuan badan-badan intelijen tersebut.
Trump tanpa memberikan bukti yang jelas mempertanyakan pemungutan suara melalui surat. Sebuah metode yang sudah lama digunakan Amerika Serikat dan mungkin akan semakin banyak dipakai karena pandemi virus corona.
Pada Kamis (17/9) kemarin, tanpa memberikan bukti yang jelas Trump mencicit di Twitter pemungutan suara dengan surat membuat hasil pemilihan umum yang sebenarnya tidak mungkin diketahui.
Mengenai isu China, Wray mengatakan FBI sangat aktif memantau upaya China mengambil teknologi AS dan informasi sensitif lainnya. Lembaga intelijen itu menggelar penyelidikan kontra intelijen terhadap China 'setiap 10 jam' sekali.
Wray mengatakan FBI menggelar sejumlah penyelidikan terhadap kekerasan yang dilakukan ekstremis domestik selama unjuk rasa memprotes rasialisme dan brutalitas polisi. Ia menambahkan 'sebagian' besar subjek yang diselidiki adalah kelompok supremasi kulit putih.