Indef: Gelombang PHK akan Terjadi Pasca-Pandemi

Daya tahan perusahaan hanya 6 bulan sampai setahun dalam menghadapi krisis. 

Republika/Putra M. Akbar
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) - Aviliani
Rep: Novita Intan Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akan tetap terjadi pasca-pandemi covid-19. Hal ini disebabkan dampak dari perubahan perilaku masyarakat pasca-pandemi covid-19.


Ekonom Indef Aviliani mengatakan, pandemi Covid-19 memaksa perusahaan untuk mempercepat proses digitalisasi. Semula perusahaan berencana mengurangi pegawai dalam lima tahun. Namun, sekarang dipercepat sehingga PHK tidak bisa dielakkan.

“Kita lihat sekarang PHK sudah ada tapi memang belum terlalu signifikan atau besar-besaran tetapi kecil-kecilan. Namun ke depan, menurut saya, PHK itu bukan hanya terjadi karena pandemi saja, tapi karena behavior masyarakat kita yang berubah menjadi permanen," ujarnya saat acara ‘The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 8) Banking Industry Perspective’ Selasa (29/9)

Massa buruh berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Buruh menolak omnibus law draf pemerintah dan menuntut agar PHK massal dampak COVID-19 dihentikan. (Ilustrasi) (ANTARA/Aditya Pradana Putra.)

Menurutnya, daya tahan perusahaan hanya mampu bertahan selama enam bulan sampai satu tahun dalam menghadapi krisis. Alhasil ketika perusahaan-perusahaan sudah mulai tumbang, maka akan banyak terjadinya PHK.

"Kalau perusahaan itu kreatif sebenarnya dia bisa memanfaatkan ini sebagai peluang, saya bilang the power of kepepet punya ide untuk survive, tidak akan PHK justru mereka bisa mengambil keuntungan di tengah pandemi," ucapnya.

Namun sebaliknya, menurut Aviliani, bagi perusahaan yang tidak bisa kreatif dan tidak bisa melakukan apapun, atau mungkin perusahaan hanya bisa melakukan cost efficiency, maka akan banyak yang terkena PHK. “Harus diantisipasi oleh masyarakat maupun pemerintah karena ini akan terjadi (PHK) mau tidak mau," ucapnya.

Berdasarkan Hasil Survei MarkPlus terkait perbankan menyatakan, perilaku nasabah cenderung lebih menggunakan omni channel baik online dan offline untuk bertransaksi pada masa pandemi. Adapun survei dilakukan kepada 150 responden, 70 persen dari non-Jabodetabek dan 30 persen dari wilayah Jabodetabek. 

Business Analyst MarkPlus Alfredo Pakidi menambahkan, rentang usia responden kurang dari 25 tahun (15 persen), paling dominan 25-34 tahun (35 persen), 35-44 tahun (30 persen), dan usia lebih 44 tahun (20 persen). Maka, rata-rata pendapatan yang mereka peroleh antara Rp 3 juta-4,9 juta per bulan.

“Ada hal menarik yang kami temukan referensi channel yang dilakukan ketika melakukan transaksi yaitu nasabah menggunakan Omni channel saat masa pandemi, dari 150 nasabah yang kami teliti 55 persen masih bertransaksi di cabang dan 45 persen bertransaksi dari rumah,” ucapnya.

Omni channel adalah pengalaman bertransaksi dengan mengintegrasikan seluruh channel yang adalah dalam satu data dan jaringan yang utuh. Dari sini nasabah tidak perlu lagi melakukan input data manual sehingga semua terintegrasi.

“Sebagian besar nasabah yang datang ke bank, mereka beranggapan protokol Kesehatan yang diterapkan bank cukup baik, sehingga mereka berani untuk datang langsung ke bank,” ucapnya.

Alasan nasabah ke bank, kepentingan yang bersifat administratif seperti mencetak buku tabungan atau rekening koran dan mendaftarkan fasilitas mobile banking atau internet banking, hingga kepentingan mengajukan komplain atau solusi, serta mendaftar atau mengambil deposito. Sedangkan alasan nasabah yang melakukan transaksi di rumah karena nasabah merasa semua transaksi yang dibutuhkan saat pandemi dapat dilakukan melalui fasilitas yang telah disediakan oleh bank masing-masing dan nasabah cenderung takut tertular covid-19.

“Aktivitas perbankan yang bisa dilakukan nasabah selama di rumah yaitu transfer dana, cek saldo , membayar tagihan (listrik, PADAM, dan sebagainya), dan top up e-wallet (Gopay, Ovo dan lainnya),” ucapnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler