China Nilai Indonesia Jadi Kekuatan Penting di BRICS, Ini Pernyataan Resmi Beijing

China menantikan kontribusi positif Indonesia di BRICS.

Hong/Pool Photo via AP
Pekerja staf berdiri di belakang bendera nasional Brasil, Rusia, China, Afrika Selatan, dan India untuk merapikan bendera menjelang foto bersama selama KTT BRICS di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Xiamen di Xiamen, Provinsi Fujian, Cina tenggara, Senin, 4 September 2017.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Indonesia sudah diumumkan resmi menjadi anggota kelompok BRICS. China pun menyambut baik sekaligus menantikan kontribusi aktif Indonesia.

Baca Juga


"Masuknya Indonesia secara resmi ke dalam BRICS merupakan kepentingan bersama negara-negara BRICS dan negara-negara belahan bumi selatan (global-south) dan kami yakin bahwa Indonesia akan memberikan kontribusi aktif bagi perkembangan BRICS," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (7/1/2025).

Pada Senin (6/1/2025), Brasil sebagai pemegang presidensi BRICS pada 2025 mengumumkan bahwa Indonesia telah resmi menjadi anggota organisasi internasional tersebut.

"Indonesia, sebagai negara berkembang utama dan kekuatan penting di belahan bumi selatan, sangat menghargai semangat BRICS dan telah mengambil bagian aktif dalam kerja sama 'BRICS Plus'," tambah Guo Jiakun.

China, ungkap Guo Jiakun, siap bekerja sama dengan Indonesia dan anggota BRICS lain untuk bersama-sama membangun kemitraan yang lebih komprehensif, erat, praktis, dan inklusif.

"Bersama-sama kita memajukan pengembangan kerja sama BRICS yang lebih baik dan berkualitas tinggi, serta memberikan kontribusi yang lebih besar untuk membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia," ungkap Guo Jiakun.

Mekanisme kerja sama BRICS, kata Guo Jiakun, muncul di tengah kebangkitan kolektif negara-negara berkembang.

"Mekanisme ini juga merupakan apa yang ingin dilihat dunia demi perdamaian, pembangunan bersama dan tata kelola global yang lebih baik. Hampir dua dekade sejak pembentukannya, BRICS kini mencakup hampir setengah dari populasi global, lebih dari sepertiga ekonomi global dan lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi dunia," tambah Guo Jiakun.

Guo Jiakun menyebut keterwakilan, daya tarik dan pengaruh BRICS telah meningkat.

"BRICS telah menjadi platform penting untuk mempromosikan solidaritas dan kerja sama negara-negara berkembang dan kekuatan utama yang mendorong reformasi sistem tata kelola global," tegas Guo Jiakun.

Ia pun menegaskan China bersama dengan negara BRICS lain akan mengadvokasi dunia multipolar yang setara dan teratur, mempromosikan pembangunan globalisasi ekonomi yang inklusif dan bermanfaat secara universal maupun komunitas dengan masa depan bersama.

"Masa depan akan lebih menjanjikan bagi kerja sama BRICS yang lebih besar," ungkap Guo Jiakun.


 

Bergabungnya Indonesia ke BRICS pertama kalinya disepakati oleh anggota-anggota BRICS dalam KTT di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Agustus 2023. Namun, karena Indonesia melaksanakan pemilihan umum pada Februari 2024, Pemerintah RI secara resmi menyatakan niat bergabung ke dalam BRICS hanya setelah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto terbentuk.

Dalam pernyataannya, Brasil menilai Indonesia telah mendukung isu-isu yang menjadi prioritas selama presidensi Brasil di BRICS dari 1 Januari hingga 31 Desember 2025.

BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian akronim dibentuk dari huruf pertama negara anggota tersebut.

Blok ini sekarang telah diperluas untuk mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab yang bergabung pada Desember 2023, namun kelompok tersebut memutuskan untuk tetap menggunakan nama BRICS.

Selain Indonesia, BRICS juga menyambut tiga negara Asia Tenggara lainnya sebagai anggota baru, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Anggota-anggota BRICS menguasai 40 persen populasi dunia dan 35 persen produk domestik bruto (PDB) global sehingga menjadikannya pemain yang penting di kancah internasional.

Sedangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dalam pernyataan persnya mengatakan Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS seperti mengatasi tantangan global antara lain perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat, serta mewujudkan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Menurut Kemlu RI, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS merupakan cerminan atas semakin meningkatnya peran aktif RI di kancah global serta momentum untuk meningkatkan kerja sama multilateral.



Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH) Prof. Aleksius Jemadu memandang bahwa keanggotaan penuh Indonesia di BRICS menjadi langkah tepat yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto.

“Karena secara historis The Global South (Negara-Negara Berkembang di Selatan) adalah habitat alamiah Indonesia,” kata Prof. Aleksius saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Selain itu, Aleksius memandang bahwa kebijakan luar negeri tersebut dapat mendukung program prioritas pemerintah di dalam negeri, khususnya ketahanan pangan dan diversifikasi energi. Sementara itu, dia mengatakan bahwa keanggotaan di BRICS bisa membawa keuntungan bagi Indonesia dengan mempertimbangkan potensi pasar yang begitu besar karena terdapat raksasa ekonomi masa depan dunia, yakni India dan China.

“Keputusan itu juga melepaskan Indonesia dari keterikatan yang kaku dengan ASEAN yang selama ini membatasi ruang gerak dan manuver diplomasi kita. Apalagi di dalam BRICS sudah bergabung Thailand, Malaysia, dan Vietnam, yang menjadi pesaing kita di Asia Tenggara,” ujarnya.

Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa ada dua tantangan ke depannya bagi Indonesia usai menjadi anggota penuh BRICS, yakni pertama, persaingan internal antarnegara BRICS. Kemudian, kedua, prinsip bebas aktif yang masih dipertahankan agar tidak larut dalam pendekatan konfrontatif China terhadap Kelompok G7.

Pakar hubungan internasional Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Riska Sri Handayani menilai keanggotaan penuh Indonesia di BRICS menjadi gebrakan besar Presiden Prabowo Subianto menjelang 100 hari pemerintahannya. Walaupun demikian, dalam konteks politik dalam negeri, Riska mengingatkan pemerintah perlu menunjukkan kebermanfaatan keanggotaan penuh tersebut.

"Pemerintah dalam hal ini harus bisa proaktif memanfaatkan keanggotaan pada BRICS dalam mengejar kepentingan nasionalnya. Ada banyak sektor-sektor yang dapat digarap dalam kerangka kerja sama antara negara-negara anggota, dan keanggotaan Indonesia nantinya akan dapat meningkatkan bargaining power (kekuatan tawar-menawar,) untuk kepentingan dalam negeri," kata Riska, Selasa.

Kemudian dalam konteks politik luar negeri, dia menilai keanggotaan penuh tersebut dapat memperkokoh posisi The Global South atau Negara-Negara Berkembang di Selatan pada forum global dan membuka peluang kerja sama dengan negara-negara Utara Global.

"Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS diharapkan akan dapat membawa sentimen positif untuk menghindari ketegangan geopolitik dan konflik internasional, terlebih Indonesia selama ini dikenal sebagai negara nonblok," ujarnya.

Walaupun demikian, Riska mengatakan bahwa terdapat kekhawatiran adanya sentimen negatif dari Amerika Serikat terhadap keanggotaan penuh Indonesia di BRICS.

"Hal ini terkait fakta adanya rivalitas antara Amerika Serikat-Rusia dan persaingan antara pemerintah Amerika Serikat dengan China. Terlebih lagi, fakta bahwa Amerika Serikat saat ini kembali di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump yang dapat mengulang kembali perang dagang pada tahun 2018 yang lalu," jelasnya.

Kekuatan Ekonomi BRICS - (REPUBLIKA)

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler