Survei: Muslim AS Paling tidak Mungkin Pilih Trump
Sebagian besar Muslim diprediksi berkomitmen memberikan suara dalam pilpres AS.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebuah jajak pendapat baru menunjukkan Muslim Amerika Serikat (AS) merupakan kelompok agama yang paling tidak mungkin mendukung Presiden Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) AS pada 3 November 2020. Survei tersebut dilakukan oleh Institute for Social Policy and Understanding selama musim semi dan dirilis pada Kamis (1/10).
Dalam survei itu, dukungan dari Muslim Amerika untuk Trump lebih rendah daripada kandidat yang lainnya. Hanya 14 persen Muslim AS yang mendukung pencalonan kembali Trump sebagai presiden. Sementara itu, Yahudi Amerika berada di urutan kedua dengan 27 persen, Katolik 34 persen, Protestan 39 persen, dan Evangelis 61 persen.
Namun demikian, 14 persen di antara Muslim AS itu terdapat peningkatan 10 persen dalam dukungan yang diberikan untuk pencalonan Trump. Restu untuk Trump di antara kelompok minoritas mencapai 30 persen.
Namun demikian, jajak pendapat itu dilakukan pada Maret dan April, sebelum ekonomi AS berada di titik terendah yang disebabkan karena pandemi virus corona. Menurut jajak pendapat tersebut, lonjakan dukungan terhadap Trump dari empat menjadi 14 persen sebagian besar berasal dari Muslim kulit putih. Sementara 31 persennya mendukung sang presiden karena alasan ekonomi.
Di antara Muslim kulit hitam dan Arab, dukungan untuk Trump menurun menjadi delapan persen. Muslim Amerika umumnya mendukung kandidat dari Partai Demokrat.
Mantan kandidat Bernie Sanders menerima 29 persen dukungan. Kandidat terbaru Joe Biden menerima 22 persen dukungan saat pemungutan suara dilakukan di pemilihan pendahuluan.
Survei menyebutkan, sekitar 51 persen Muslim AS mendukung kandidat Demokrat, dibandingkan dengan 16 persen mendukung seorang Republikan. Sebagai seorang kandidat, Trump mendorong isu larangan Muslim. Saat menjabat sebagai presiden, ia telah menandatangani perintah eksekutif untuk membatasi imigrasi dari beberapa negara mayoritas Muslim dengan alasan keamanan nasional.
Sementara itu, jajak pendapat itu juga menunjukkan Muslim lebih cenderung mengekspresikan kepuasan terhadap arahan dari AS daripada masyarakat umum. Survei mengungkapkan, bahwa pendaftaran pemilih Muslim telah meningkat sejak 2016 dan kini mencapai 78 persen.
Segmen pemilih Muslim yang berniat memberikan suara tetapi belum mendaftar telah menurun dari 21 persen pada 2016 menjadi tiga persen pada 2020. Salah satu penulis dari jajak pendapat tersebut dan proyek penelitian yang dikelola di ISPU, Erum Ikramullah, mengatakan dia memperkirakan lebih banyak pemilih Muslim AS dalam pemilihan nanti.
"Mengingat pendaftaran pemilih Muslim terus meningkat dan kesenjangan antara niat untuk memilih dan perilaku telah menurun secara signifikan, kami memperkirakan sebagian besar Muslim yang memiliki hak memilih berkomitmen memberikan suara dalam pemilihan presiden," kata Ikramullah kepada The National, dilansir Jumat (2/10).
Ia mengatakan, Muslim Amerika lebih terlibat dalam politik AS daripada kebanyakan orang di negara itu. Mereka menemukan, keterlibatan politik Muslim di luar pemungutan suara melebihi atau setara dengan masyarakat umum.
"Jadi kami dapat memperkirakan Muslim akan tetap terlibat dalam aktivitas politik tidak peduli hasil pemilunya bagaimana," kata Ikramullah.
Menurut Pew Research Center, AS adalah rumah bagi lebih dari 3,4 juta Muslim. Banyak dari mereka tinggal di negara bagian medan pertempuran utama seperti Michigan dan Florida. Komunitas Muslim di negara bagian itu dapat memainkan peran yang menentukan ketika Amerika melakukan pemilihan suara pada 3 November 2020.