Listrik Padam karena Layangan Kawat Sering Terjadi di Garut

Terjadi 60 kasus listrik padam diakibatkan layangan kawat di Garut.

Antara/Fikri Yusuf
Listrik Padam karena Layangan Kawat Sering Terjadi di Garut. Ilustrasi bermain layang-layang.
Rep: Bayu Adji Prihammanda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- PT PLN mencatat gangguan listrik padam yang diakibatkan layangan berkawat sering terjadi di Kabupaten Garut. Berdasarkan catatan PLN, sejak Januari hingga Oktober 2020 terjadi 60 kasus listrik padam diakibatkan layangan berkawat di wilayah itu.

Baca Juga


General Manager PT PLN Unit Transmisi Jawa Bagian Tengah, Sumaryadi mengatakan, selama ini masyarakat menganggap padamnya listrik merupakan kesalahan PLN. Padahal, tak jarang padamnya jaringan listrik itu karena ulah masyarkat. Salah satu contoh penyebab listrik padam adalah masyarakat bermain layangan menggu akan kawat di dekat jaringan transmisi listrik.

"Kasus (listrik padam karena layangan berkawat) di Garut ada 60 kasus sampai Oktober," kata dia di Kabupaten Garut, Rabu (7/10).

Ia menjelaskan, di jaringan transmisi listrik itu terdapat tiga jenis kabel yang tak boleh tersambung satu sama lain. Akibat masyarakat bermain layangan menggunakan kawat, ketika kawat menyentuh jaringan transmisi, tiga jenis kabel itu akan tersambung. Dampaknya, akan terjadi ledakan listrik di jaringan transmisi. 

Disebabkan adanya ledakan, sistem pengamanan PLN secara otomatis langsung memutus aliran listrik. "Jadi semua akan ikut mati listrik," kata dia.

Tak hanya membuat listrik padam, dampak kawat layangan yang menyentuh jaringan transmisi juga bisa membuat pemain layangan tersengat listrik. Artinya, bermain layangan berkawat di dekat jaringan transmisi tak hanya berbahaya bagi diri sendiri, melainkan bagi banyak orang. 

Menurut Sumaryadi, kasus layangan berkawat di Kabupaten Garut merupakan yang tertinggi di wilayah Jawa Barat. Kasus itu semakin meningkat setiap tahunnya.

"Tahun ini saja, 60 kasus itu meningkat 300 persen dari tahun sebelumnya," kata dia.

Ia menduga, peningkatan kasus itu merupakan akibat dari anak-anak yang tak melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah selama pandemi Covid-19. Alhasil, banyak anak-anak yang bermain layangan ketika siang dan sore hari. 

"Rata-rata gangguan itu terjadi pukul 15.00-18.00 WIB," kata dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler