Apakah Trump tak Lagi Menular?

Sabtu (10/10) adalah hari ke-10 setelah Trump didiagnosis Covid-19.

AP/Evan Vucci
Presiden Donald Trump akan kembali menyapa para pendukungnya di luar Gedung Putih pada Sabtu. Trump juga berencana mengelar kampanye di Florida lusa.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pada Kamis (8/10) bahwa dia tidak lagi menularkan virus SARS-CoV-2. Trump mengumumkan dirinya dan Ibu Negara Melania Trump positif Covid-19 pada Jumat (2/10) pekan lalu.

Benarkah Trump sudah tidak menular? Menanggapi itu, para pakar mengaku sulit untuk memastikannya.

Baca Juga



Dikutip dari situs kantor berita Associated Press, ahli medis mengatakan, cenderung mustahil bisa mengetahui kondisi itu hanya sepekan setelah diagnosis. Setidaknya, seseorang bisa berhenti mengisolasi diri setelah 10 hari.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyebutkan hal serupa. Usai 10 hari sesudah gejala pertama diketahui, seseorang baru sudah dinyatakan aman ada di sekitar orang lain, dengan beberapa catatan tambahan.

Misalnya, sudah ada bukti gejalanya mereda, tidak mengalami demam selama 24 jam terakhir, serta tidak lagi mendapatkan perawatan medis untuk penurunan suhu tubuh. Namun, sulit memastikan jika waktunya belum lama.

"Saat ini, tidak ada tes diagnostik yang bisa menunjukkan apakah orang yang terinfeksi tetap berpotensi menularkan (virus)," ungkap Benjamin Pinsky yang memimpin laboratorium virologi di Universitas Stanford.

Menurut laporan medis, Trump rampung menjalani perawatan Covid-19 pada Kamis dan responsnya disebutkan sangat baik. Pada hari yang sama, Trump masih mengonsumsi deksametason, steroid yang bisa mengurangi demam.

Dalam wawancara dengan Fox News pada Jumat malam, Trump mengaku bahwa dirinya sudah tidak minum obat apapun. Ia menyebut telah berhenti mengonsumsi obat untuk melawan virus corona delapan jam yang lalu.

"Saat ini saya terbebas dari obat" ucap Trump saat wawancara.

Dokter di Gedung Putih, Sean Conley, mengatakan bahwa hari ini, Sabtu (10/10) adalah hari ke-10 setelah Trump didiagnosis positif pada 1 Oktober 2020. Dia mengantisipasi bahwa Trump sudah aman untuk kembali ke acara publik.

Para staf Trump tengah mempersiapkan opsi perjalanan untuk presiden, termasuk acara-acara kecil pekan depan. Sejak kembali ke Gedung Putih Senin (5/10) malam, hanya beberapa staf yang melihat Trump, sama sekali tidak ada wartawan.

Trump hanya mengumumkan pembaruan kondisinya melalui Twitter dan beberapa video daring. Dokternya belum mengadakan konferensi pers sejak Trump meninggalkan rumah sakit, hanya mengeluarkan pernyataan dengan informasi terbatas.

"Kami yang menonton dari luar hanya mendapat pemberitahuan, saya menyebutnya petunjuk, tentang kesehatan Trump dan kapan dia mungkin tidak menular," kata William Schaffner, dokter spesialis penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal pekan ini, dokter pribadi presiden menyatakan bakal bekerja sama dengan fasilitas penelitian medis militer dan laboratorium lain tentang pengujian diagnostik lanjutan. Tujuannya, memastikan kapan presiden tak lagi berpotensi menularkan virus.

Akan tetapi, tim dokter Gedung Putih tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai rincian tentang hasil tes Trump. Tidak juga ada informasi mengenai kapan terakhir kali Trump melakukan tes virus negatif sebelum dia sakit.

Anthony Fauci, pakar penyakit menular terkemuka di pemerintah, turut angkat suara. Dia mengatakan dua tes laboratorium PCR negatif dengan selang waktu 24 jam adalah faktor kunci dalam menentukan apakah seseorang masih dapat menularkan virus.

"Jadi, jika Presiden menjalani 10 hari tanpa gejala, dan mereka melakukan tes yang kita bicarakan, maka Anda dapat membuat asumsi, berdasarkan ilmu pengetahuan yang baik, bahwa dia tidak lagi menularkan," tutur Fauci.

William Morice, dokter yang mengawasi laboratorium di Mayo Clinic, memberikan penjelasan tentang tes PCR. Tes laboratorium yang sensitif itu bisa mendeteksi virus dalam sampel usap yang diambil dari hidung dan tenggorokan.

Dengan itu, tim medis presiden secara hipotetis dapat mengukur dan melacak jumlah virus dalam sampel dari waktu ke waktu. "Jika mereka melakukan pengujian harian dan viral load-nya rendah, kemungkinan dia untuk menyebarkan virus juga rendah," ucapnya.

Strategi potensial lainnya yakni mengambil sampel dari tubuh Presiden dan mencoba membuat virus berkembang biak dalam kultur sel, yang akan menunjukkan bahwa virus masih aktif. Namun, pendekatan ini kurang sensitif dibandingkan uji molekuler.

Hasilnya cenderung tak terukur sehingga kurang aman untuk menggunakannya secara meluas untuk pasien Covid-19. "Ini memakan waktu lebih lama, biaya lebih banyak dan kami tidak memiliki banyak laboratorium yang dapat melakukannya,” ujar Schaffner.

Benjamin Pinsky dari Stanford menyampaikan kemungkinan ketiga, yakni tes baru yang tersedia di beberapa laboratorium penelitian. Tes ini mencari bukti molekuler kecil bahwa virus masih bereplikasi di dalam sel.

Akan tetapi teknologinya masih terlalu baru untuk digunakan. Sementara, menurut Gigi Gronvall dari Johns Hopkins Center for Health Security, semua tes yang tersedia itupun belum tentu memberikan hasil yang sempurna.

"Itulah mengapa Anda perlu memikirkan mekanisme lain dari kontrol kesehatan masyarakat, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak secara sosial untuk menghentikan penyebaran virus corona," kata dia.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler