TNI Klarifikasi Soal Putusan Bebas Oknum Prajurit LGBT

LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang prajurit.

Reuters/Danish Siddiqui
Ilustrasi komunitas LGBT
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak TNI akan menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Terkait adanya pengadilan militer yang memutus bebas oknum prajurit pelaku LGBT, pihak TNI masih melakukan klarifikasi lebih lanjut.


"Terkait pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Kamar Militer MA di Youtube pada saat pembekalan hakim militer tentang adanya pengadilan militer yang memutus bebas oknum prajurit pelaku LGBT, masih dalam klarifikasi untuk diperoleh data yang valid," ujar Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Sus Aidil, saat dikonfirmasi, Kamis (15/10).

Menurut Aidil, Panglima TNI telah menerbitkan surat telgram nomor ST No. ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 dan ditekankan kembali dengan telegram No. ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 yang menegaskan bahwa LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang Prajurit. "Bertentangan dengan disiplin militer dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI. Proses hukum diterapkan secara tegas dengan diberikan pidana tambahan pemecatan melalui proses persidangan di pengadilan militer," ucap dia.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI juga mengatur, prajurit dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan karena mempunyai tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI. "Itu ada dalam Pasal 62 UU TNI," tegasnya.

Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan, menyebut ada kelompok persatuan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di lingkungan TNI. Kelompok tersebut dipimpin seorang sersan dan anggotanya ada yang berpangkat letnan kolonel (letkol).

"Ternyata, mereka menyampaikan kepada saya, sudah ada kelompok-kelompok baru, kelompok persatuan LGBT TNI-Polri. Pimpinannya sersan anggotanya ada yang letkol. Ini unik, tapi memang ini kenyataan," ungkap Burhan dalam kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada IV Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia yang disiarkan di kanal Youtube MA, dikutip Kamis (15/10).

Burhan mengatakan, kasus kali ini berbeda dengan kasus LGBT yang pernah ia tangani pada 2008. Burhan menceritakan, pada 2008 dia menyidangkan kasus LGBT pertama di lingkungan TNI. Kala itu, dalam putusannya Burhan tidak menghukum yang bersangkutan, melainkan memerintahkan sang komandan untuk mengobatinya sampai sembuh.

"Kenapa demikian? Ketika saksi ahli menyampaikan ketika itu, itu seorang perwira menengah baru pulang operasi dari Timor Timur. Begitu dia tertekannya dalam pelaksanaan tugas operasi itu, sehingga membentuk pikiran, perasaan, mentalnya dia menjadi ada penyimpangan," kata dia.

Dalam kasus kali ini, kata dia, situasinya berbeda. Kasus yang lalu diakibatkan karena tekanan operasi militer. Saat ini alasannya lebih kepada fenomena pergaulan. Mereka banyak mendapatkan informasi lewat grup aplikasi pesan singkat, menonton video, dan lain sebagainya yang, menurut Burhan, membuat perilaku mereka menyimpang.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler