Dua Peserta Aksi Demo Thailand Didakwa Berupaya Serang Ratu
Iring-iringan Ratu Suthina melewati sekelompok demonstran Thailand
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kepolisian Thailand menyatakan pada Jumat (16/10) bahwa dua orang peserta aksi unjuk rasa akan dituntut dengan dugaan upaya penyerangan terhadap ratu, setelah terjadi kegaduhan dalam iring-iringan Ratu Suthida pada Rabu (14/10).
Ketika iring-iringan ratu melewati sekelompok demonstran, rekaman video menunjukkan pada demonstran tersebut membuat salam tiga jari, sebagai lambang perlawanan terhadap institusi kerajaan, serta meneriakkan "pajak kami" sebagai bentuk protes atas pengeluaran dana oleh istana. Polisi kemudian mendorong para demonstran menjauhi mobil Ratu Suthida.
Bunkueanun Paothong, yang biasa disebut Francis, mengatakan kepada Reuters bahwa dirinya telah dijatuhi dakwaan tersebut, usai dipindahkan dari Bangkok ke markas polisi patroli perbatasan di luar wilayah ibu kota.
"Saya didakwa dengan penyerangan terhadap ratu," kata Francis, yang menolak memberikan komentar lebih lanjut. Sebelumnya, ia mengunggah video di laman daring yang menyatakan dirinya tidak bersalah.
Seorang polisi mengatakan bahwa satu orang lainnya, Ekachai Hongkangwan, juga didakwa di markas polisi yang sama. Aturan hukum di Thailand menetapkan ancaman hukuman penjara selama 16 tahun hingga seumur hidup bagi siapa pun yang terbukti bersalah melakukan penyerangan atau upaya penyerangan terhadap ratu, ahli waris, atau pejabat kerajaan.
Ancaman hukuman bisa meningkat hingga hukuman mati jika aksi penyerangan dianggap membahayakan nyawa mereka. Lembaga Pengacara untuk Hak Asasi Manusia Thailand menyatakan bahwa para advokat mereka tengah memberikan bantuan kepada dua orang itu, namun lembaga tidak memberikan komentar terkait kasus tersebut.
Pemerintah Thailand merujuk peristiwa yang terjadi pada Ratu Suthida sebagai pembenaran untuk menerapkan aturan darurat pada keesokan harinya, Kamis (15/10), yang termasuk pelarangan perkumpulan politis oleh lima orang atau lebih. Aksi unjuk rasa di Thailand telah berjalan selama tiga bulan dengan tuntutan reformasi untuk membatasi kekuasaan kerajaan yang kini dipimpin oleh Raja Maha Vajiralongkorn serta seruan agar Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mundur.