Pembunuhan Guru di Prancis dan Agenda Anti-Islam Macron?

Pemerintah Prancis manfaatkan pembunuhan guru untuk percepat agenda anti-Islam

EPA
Kepolisian Prancis berjaga saat Presiden Prancis Emmanuel Macron meninggalkan sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km dari Paris, Jumat (16/10) waktu Prancis, setelah seorang guru disebut dipenggal oleh seseorang yang telah ditembak mati polisi.
Rep: Rossi Handayani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Seluruh lembaga politik Prancis telah bergabung dengan kampanye untuk persatuan nasional, setelah serangan dan pembunuhan seorang guru di dekat Paris pada Jumat (16/10) sore. Di samping itu, hukum anti-Muslim juga diperkuat. 

Baca Juga


Dikutip berdasarkan laman World Socialist Web Site (WSWS) dari International Committee of the Fourth International (ICFI) yang ditulis Will Morrow, disebutkan seorang guru geografi sekolah menengah, Samuel Paty dibunuh tepat ketika meninggalkan sekolahnya di Conflans-Sainte-Honorine, di wilayah Yvelines di barat laut Paris. 

Penyerang telah diidentifikasi polisi sebagai Abdoullakh Anzonov, seorang Chechnya (18 tahun) lahir di Moskow pada 2002. Keluarganya memperoleh status pengungsi di Prancis pada 2011.  

Anzonov diduga melakukan perjalanan 80 kilometer hari itu dengan transportasi umum dari rumahnya ke sekolah. Dia bersenjatakan pisau 30 sentimeter, senapan angin, dan menunggu Paty beberapa jam di luar gedung sekolah. 

Setelah mengikutinya selama setengah kilometer, Anzonov menyerang Paty. Kemudian menikamnya beberapa kali dan memenggalnya di jalan. Ketika polisi tiba, Anzonov dilaporkan meneriakkan "Allahu akbar" saat baku tembak dengan mereka. Lalu dia ditembak dan dibunuh di tempat.

 

Pembunuhan mengerikan Paty segera dimanfaatkan pemerintahan Emmanuel Macron untuk mengintensifkan kampanye anti-Muslimnya. Pemerintah telah menyatakan bahwa serangan itu menunjukkan perlunya undang-undang yang sudah diusulkan tentang separatisme Islam. Ini akan diperkenalkan di hadapan parlemen pada 9 Desember, dan sekarang mungkin akan diperkuat lebih lanjut.  

Ini termasuk larangan sekolah Islam di mana anak perempuan mengenakan jilbab. Akan tetapi tidak ada pembatasan serupa pada lembaga pendidikan Kristen. Selain itu juga memberi negara kekuatan besar untuk membubarkan asosiasi yang tidak mematuhi nilai-nilai, sebagaimana ditentukan oleh perdana menteri. 

Anzonov tampaknya termotivasi video yang dibagikan di media sosial. Ini termasuk oleh ayah salah satu siswa Paty, yang menuduh gurunya menyerang Islam, dan menyinggung serta mendiskriminasi siswa Muslimnya.

Pada 5 Oktober, Paty telah mengumumkan di kelasnya bahwa keesokan harinya, sebagai bagian dari debat kelas tentang kebebasan berekspresi, dia akan menunjukkan gambar, yang diproduksi oleh Charlie Hebdo. Gambar, potret telanjang Muhammad, adalah tipikal provokasi anti-Muslim yang menjadi spesialisasi majalah tersebut. 

Paty memberi isyarat kepada siswa bahwa mereka mungkin menganggap gambar itu menyinggung, dan dapat berbalik atau meninggalkan ruangan jika mereka tidak ingin melihatnya.  

Berbicara pada Jumat malam, Macron disebut berusaha untuk menampilkan pemerintahannya sebagai pembela moral dari nilai-nilai Republik, dan kebebasan berbicara yang terancam oleh ancaman Islam.

"Bukan kebetulan bahwa malam ini, seorang guru dibunuh teroris, karena dia ingin membunuh Republik dalam nilai-nilainya, pencerahannya, kemungkinan untuk menjadikan anak-anak kita, dari mana pun mereka berasal, yang mereka yakini atau tidak, apapun agamanya menjadi warga negara bebas. Ini adalah pertempuran kita, dan ini eksistensial," kata dia.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menyampaikan pidato untuk mempresentasikan strateginya untuk melawan separatisme di Les Mureaux, di luar Paris, 02 Oktober 2020. - (EPA-EFE/LUDOVIC MARIN )

"Sulit untuk menggambarkan kemunafikan yang terlibat dalam upaya Macron untuk menampilkan dirinya sebagai benteng untuk tradisi demokrasi dan kebebasan berbicara. Pemerintahannya mungkin paling terkenal karena dikutuk oleh organisasi hak asasi manusia internasional karena kekerasan polisi, dan untuk gambar video petugas anti huru hara yang menggunakan gas air mata dan menembakkan peluru karet ke pengunjuk rasa rompi kuning," sebut WSWS. 

Dia terlibat dalam perang imperialis di seluruh Sahel dan Timur Tengah, dengan sengaja mengizinkan ribuan pengungsi yang mencoba mencapai Eropa dengan perahu untuk tenggelam di Mediterania. 

Seluruh lembaga politik, mulai dari La France Insoumise karya Jean-Luc Mélenchon hingga Partai Sosialis (PS) dan Partai Republik (LR), disebut telah bergabung di belakang seruan munafik Macron untuk persatuan nasional.  

Kemarin, Perdana Menteri Prancis, Jean Castex bersama para menteri pemerintahan lainnya mengikuti unjuk rasa di Paris yang dihadiri beberapa ribu orang. Perwakilan dari semua partai besar hadir, termasuk LFI, PS dan LR. 

Demonstrasi lain dari antara beberapa ratus dan beberapa ribu diadakan di kota-kota besar di seluruh negeri. Banyak orang hadir untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Samuel Paty. 

Elite yang berkuasa disebut berusaha menggunakan kemarahan penduduk atas serangan teror tersebut untuk membangun dukungan bagi program reaksioner Macron, yang menciptakan suasana histeria anti-Muslim.    

 

 

Sumber: https://www.wsws.org/en/articles/2020/10/19/fran-o19.html

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler