Tarekat Sebagai Gerakan Politik
Aktivitas tarekat tidak hanya melawan kolonialisme.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas tarekat tidak hanya melawan kolonialisme, melainkan di kancah politik secara umum. Para penguasa sering kali memandang tarekat sebagai sumber kekuatan spiritual, sekaligus alat melegitimasi dan mengukuhkan posisinya di mata rakyat. Gerakan tarekat memiliki potensi politik besar lantaran sifat kohesif dan kemampuannya memobilisasi massa. Dengan karakter ini, tarekat bahkan mampu menjadi basis pembentukan negara, seperti Tarekat Sanusiyah di Libya.
Di Senegal, sejak masa penjajahan Prancis, Tarekat Muridiyah telah berada di panggung politik. Hal serupa terjadi di Sudan Mesir, Irak, Kurdistan, dan Turki. Azra menambahkan, tarekat juga memainkan peran dalam sejarah dan politik Muslim di Eropa Timur, terutama Albania, Kosovo, Bosnia, dan Bulgaria. Yang paling dominan, antara lain Tarekat Khalwatiyah, Rifaiah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, Maulawiyah, Malamiyah, dan Tijaniah. Kiprah mereka beragam, mulai dari tulang punggung partai politik, penasihat raja, hingga oposisi pemerintah.
Sebagian mampu bertahan pada masa kejayaan rezim komunis. Pusat tasawuf dan tarekat, seperti Sarajevo, Ruscuk, Razgrad, dan Sumen (Bulgaria) tetap aktif melakukan praktik sufistis dan mengalami kebangkitan setelah jatuhnya komunisme. Dalam Perang Bosnia awal 1990-an, tarekat Naqsyabandiyah dan Qadiriyah menjadi salah satu jaringan organisasi militer Bosnia melawan militer Serbia dan Kroasia. Sejumlah syekh sufi menjadi komandan tentara dan jenderal.
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu yang paling besar, dengan cabang-cabangnya di hampir seluruh dunia Islam. Menurut Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, kebanyakan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah menjalin hubungan baik dengan penguasa. Banyak syekh memiliki pengaruh kuat di kalangan elite politik. Di Turki, Sultan Bayazid II (akhir abad ke-15) terkenal sebagai penguasa yang memiliki hubungan akrab dengan berbagai guru tarekat. Sementara di India, Sultan Aurangzeb juga dipengaruhi oleh beberapa syekh Naqsyabandiyah. Mereka menaruh andil besar dalam menciptakan perubahan kehidupan beragama pada masa itu.