Airlangga Ungkap 10 Juta Orang Kaya Masih Belanja di Luar Negeri
Ekonomi Indonesia tetap menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan solid 4,95 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan, salah satu tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini adalah perilaku belanja kalangan masyarakat kelas atas atau tier 1. Sekitar 10 juta orang dari segmen ini, yang memiliki daya beli sangat besar, lebih memilih untuk berbelanja di luar negeri.
“Persoalan kita cuma satu, yaitu tier 1, sekitar 10 juta orang yang belanjanya tidak di Indonesia. Padahal, daya beli mereka sangat besar,” ungkap Airlangga dalam Acara BNI Investor Daily Round Table di Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Segmen ini, menurut Airlangga, lebih sensitif terhadap ketersediaan produk dan layanan di pasar domestik. Padahal, potensi ekonomi yang dapat dioptimalkan dari kalangan ini sangat signifikan untuk mendorong konsumsi nasional.
“Mereka adalah kelompok yang sebenarnya bisa memperkuat ekonomi domestik, tetapi lebih banyak belanja di luar negeri. Ini tantangan yang harus kita jawab,” tegas Airlangga.
Diketahui, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan solid 4,95 persen (yoy) pada triwulan III-2024, lebih tinggi dari Thailand dan Korea Selatan. Indikator sektor riil seperti PMI Manufaktur pun berada di level ekspansif 51,2, didukung oleh permintaan domestik yang kuat, optimisme konsumen, dan pertumbuhan positif Indeks Penjualan Riil.
“Dengan neraca perdagangan yang masih positif dan indikator ekonomi lainnya yang relatif stabil, kita dapat menjaga momentum pertumbuhan meski dinamika global memberikan tantangan,” tambah Airlangga.
Namun, Airlangga juga mengingatkan bahwa Indonesia tidak sepenuhnya kebal terhadap tantangan ekonomi global. “Tentu, kita tidak kebal terhadap tantangan ke depan. Namun, dengan situasi yang ada sekarang, pemerintah berhati-hati, dan oleh karena itu berbagai kebijakan dilakukan untuk meningkatkan daya tahan perekonomian serta menjaga stabilitas nilai tukar,” ujarnya.
Dinamika global, termasuk fluktuasi nilai tukar, masih menjadi faktor yang harus diantisipasi. “Jika dibandingkan dengan Jepang, Turki, atau Brazil, kita relatif lebih terkendali, meskipun tentu dinamika global tetap berdampak pada nilai tukar kita,” tambahnya.
Meski demikian, pemerintah mengupayakan berbagai langkah untuk memastikan kondisi perdagangan dan keuangan tetap positif. Neraca perdagangan terakhir mencatat surplus, yang menjadi salah satu indikator penting kestabilan ekonomi Indonesia.
Airlangga juga menyoroti keberhasilan pemerintah dalam mengelola inflasi, meskipun tekanan global masih ada. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tim pengendalian inflasi di pusat dan daerah.
"Pemerintah memonitor inflasi hampir setiap minggu untuk memastikan kenaikan harga komoditas, seperti cabai dan bawang, dapat segera diatasi,” kata dia.