Indonesia Sudah Bebas Polio, Mengapa Vaksinasi Masih Perlu?

Indonesia telah dinyatakan bebas dari penyakit polio sejak 2014.

EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Seorang perawat memakai peralatan medis pelindung saat dia memberi vaksin imunisasi kepada balita selama program vaksinasi door to door melawan polio, campak dan rubella di tengah pandemi COVID-19 di Banda Aceh, Rabu (7/8/2020).
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polio dapat menyerang semua umur, tetapi utamanya anak-anak di bawah usia lima tahun. Penyakit infeksi virus yang juga disebut poliomyelitis ini dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang.

Pada balita yang belum mendapatkan vaksinasi, polio akan sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Itulah sebabnya, orang tua yang belum mengimunisasi anaknya dengan vaksin polio harus segera memberikannya sesuai arahan dokter.

Perwakilan dari Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Drg Vensya Sitohang, menuturkan, Indonesia telah dinyatakan bebas dari penyakit polio sejak 2014. Demi mempertahankan status itu, upaya vaksinasi dan edukasi soal penyakit polio harus terus dilakukan.

"Kami juga melakukan upaya pencegahan terhadap kasus virus polio yang berasal dari negara lain, jangan sampai terjadi di Indonesia,” ucap Vensya dalam konferensi pers virtual peringati Hari Polio Sedunia.

Vensya ingin Hari Polio Sedunia dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit polio agar generasi mendatang terbebas dari ancaman penyakit tersebut. Selain itu, pihaknya juga mengapresiasi upaya WHO dan stakeholder lainnya dalam mewujudkan Indonesia Bebas Polio.

Menurut Vensya, perlindungan terhadap kelompok rentan, yakni usia bayi dengan pemberian imunisasi, bisa mencegah penyebaran ke kelompok usia lainnya. Cakupan imunisasi polio tetes yang diberikan sebanyak empat kali sebelum bayi berusia enam bulan dan imunisasi polio suntik inactivated polio vaccine (IPV) sesuai data buletin imunisasi yang sudah dikirimkan ke provinsi dan ke semua daerah masih belum mencapai target 95 persen.

Baca Juga


"Ini menjadi tantangan buat kita,” ujar dia.

Untuk mendeteksi kasus polio, dua cara paling penting dilakukan adalah penemuan dan pelaporan kasus lumpuh layuh mendadak melalui surveilans acute flaccyd paralysis (AFP). Selanjutnya, pemeriksaan tinja pada kasus AFP diperlukan untuk membuktikan apakah yang bersangkutan polio atau bukan.

Sejak 1999, virus polio liar tipe 2 sudah tidak ditemukan lagi. Yang sekarang masih bersikulasi itu virus polio liar tipe 1. Sementara tipe 3, terakhir ditemukan pada 2012.

"Vaksin polio secara aktif membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus penyebab polio pada anak-anak maupun orang dewasa. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan banyak pihak dalam memberikan edukasi, pencegahan, dan penanganan penyakit polio di Indonesia baik untuk tenaga medis maupun awam,” ujar Vensya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler