Indef: Dana 'Parkir' Pemda karena Sulitnya Eksekusi Anggaran

Alasan menyimpan anggaran dalam bentuk deposito sangat dimungkinkan mencari untung.

Wordpress.com
Bunga bank (ilustrasi).
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, mewanti-wanti anggaran daerah sebesar Rp 252 triliun yang masih ‘parkir’ di perbankan. Menurut dia, peningkatan ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini bisa semakin melambat karena realisasi belanja yang kurang dari anggaran daerah.


"Akhirnya dampak mandeknya realisasi ini menuju ke lambatnya pertumbuhan ekonomi daerah. Karena memang, untuk belanja daerah juga masih terus diendapkan," ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Senin (26/10).

Dia menambahkan, memang ada beberapa alasan yang menyebabkan lambatnya realisasi tersebut. Pertama, dengan penyimpanan berbentuk deposito di bank, pemda bisa menambah jumlah pendapatannya itu dengan bentuk bunga dari bank.

Namun demikian, dia menegaskan, alasan tersebut memang tidak terlalu umum di tengah pandemi saat ini. "Mungkin kalau tidak pandemi, itu menjadi alasan utama. Terlebih, karena perbankan saat ini juga kelebihan likuiditas," katanya. Walaupun dirinya tidak menampik alasan itu masih dimungkinkan di masa pandemi ini.

Eko menuturkan, dalam kondisi normal dan periode waktu yang sama, alasan menyimpan anggaran dalam bentuk deposito sangat dimungkinkan untuk mencari untung. Sambungnya, di kuartal terakhir tahun-tahun sebelumnya, dana serupa di bank juga memang besar, meski tak pernah mencapai Rp 252 triliun.

Dikatakan Eko, alasan lain yang paling dimungkinkan sulitnya realisasi anggaran daerah oleh pemda, adalah karena ketidak mampuan pemkab/pemkot dalam melakukan tindak lanjut. Dirinya menyebut, pemerintah daerah di masa pandemi saat ini juga masih kesulitan mengeksekusi dana yang sebelumnya telah dianggarkan untuk berbagai keperluan.

"Jadi sebetulnya alasan utamanya untuk saat ini adalah karena pemda tidak bisa cepat eksekusi anggaran," tambah dia. 

Hal itu lanjutnya, juga memiliki beberapa faktor turunan lainnya. Utamanya adalah biaya pendukung ataupun operasional yang hilang karena kondisi kerja WFH dan berbagai proyek saat ini.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, sejumlah dana pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang disimpan di bank mencapai Rp 252,78 triliun per 30 September 2020. Padahal, seharusnya dana pemerintah tersebut tidak diparkir, melainkan digunakan untuk melaksanakan program daerah.

"Ternyata ada beberapa provinsi dan kabupaten/kota yang kalau ditotal itu disimpan di bank sebanyak Rp 252,78 triliun," ujar Tito dalam rapat koordinasi nasional pengendalian inflasi 2020 secara daring, Kamis (22/10). 

Tito merinci, dana tersebut dibagi menjadi dua. Dana provinsi kata dia, sebesar Rp 76,78 triliun, sedangkan dana kabupaten/kota sebesar Rp 167,13 triliun yang masih tersimpan di perbankan. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler