Riset Inggris Temukan Bukti Penurunan Antibodi Covid-19

Penurunan antibodi menunjukkan perlindungan setelah infeksi tak bertahan lama.

www.freepik.com
Virus corona (ilustrasi). Ilmuwan meyakini bahwa penurunan antibodi yang cepat dari infeksi tidak musti berdampak pada keampuhan calon vaksin yang saat ini dalam uji klinis.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antibodi terhadap virus corona jenis baru, SARS-CoV-2 menurun cepat di kalangan populasi Inggris selama musim panas, menurut temuan riset pada Selasa (27/10). Hasil penelitian itu menunjukkan perlindungan setelah infeksi mungkin tidak berlangsung lama dan menimbulkan prospek berkurangnya imunitas di masyarakat.

Ilmuwan di perguruan tinggi riset Imperial College London melacak tingkat antibodi di populasi Inggris, menyusul gelombang pertama infeksi Covid-19 pada Maret hingga April. Riset menemukan bahwa prevalensi antibodi menurun dari enam persen sekitar akhir Juni menjadi hanya 4,4 persen pada September.

Penurunan itu menimbulkan prospek penguranan imunitas populasi menjelang gelombang kedua infeksi, yang memaksa karantina wilayah (lockdown) dan pembatasan lokal dalam beberapa pekan terakhir. Kendati imunitas terhadap virus corona jenis baru merupakan area yang kompleks dan rawan, dan mungkin dibantu oleh sel T serta sel B yang mampu menstimulasi produksi antibodi dengan cepat setelah paparan virus berulang, peneliti mengatakan bahwa pengalaman virus corona lainnya menunjukkan imunitas mungkin tidak bertahan.

"Kami dapat melihat antibodi dan kami dapat melihat antibodi menurun dan kami mengetahui bahwa antibodi itu sendiri cukup melindungi," kata Kepala Departemen Penyakit Menular Imperial College LondonWendy Barclay kepada wartawan.

"Dengan bukti yang seimbang, saya akan katakan, dengan apa yang kami ketahui untuk virus corona yang lain, bahwa tampaknya imunitas menurun pada tingkat yang sama dengan menurunnya antibodi, dan ini merupakan indikasi berkurangnya imunitas di tingkat masyarakat."

Mereka yang infeksinya dikonfirmasi dengan tes PCR standar tingkat tinggi memiliki penurunan antibodi yang lebih sedikit dibandingkan dengan pasien tanpa gejala (OTG) dan tidak menyadari dari mana mereka terinfeksi. Tidak terjadi perubahan tingkat antibodi yang terlihat pada pekerja medis, kemungkinan karena paparan virus yang berulang.

Temuan riset Imperial dirilis sebagai dokumen pracetak dan belum ditinjau oleh rekan sejawat. Barclay mengatakan bahwa penurunan antibodi yang cepat dari infeksi tidak musti berdampak pada keampuhan calon vaksin yang saat ini dalam uji klinis.

"Vaksin yang baik mungkin menjadi lebih baik dari imunitas alami," katanya.

Baca Juga


sumber : Antara, Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler